Sabtu, 30 Januari 2016

PENINGKATAN BERFIKIR ANALITIK DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI EKSPOSITORI BERBANTUAN MEDIA ANIMASI
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu tantangan dalam pendidikan nasional kita. Para pendidik dihadapkan pada tantangan bagaimana mendidik peserta didik agar adaptif terhadap perkembangan zaman. Adaptif dalam arti dapat menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengetahuan  terus menerus berkembang dengan pesat, sehingga pendidik harus terus menerus siap untuk selalu belajar sepanjang hayat kalau tidak mau ketinggalan zaman. Teknologi juga berkembang dengan pesat sehingga perlu dipelajari juga oleh pendidik yang akan dimanfaatkan untuk memudahkan  menjalankan tugas sebagai pendidik.
1
 
Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar (SD) adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA secara sederhana dan mampu menggunakan metode ilmiah, bersikap ilmiah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan pencipta alam[1]. Salah satu faktor dalam pembelajaran IPA guru lebih banyak berceramah, sehingga siswa menjadi cepat bosan dan menyebabkan hasil belajar IPA rendah. Penyebab rendahnya hasil belajar IPA siswa yang berasumsi bahwa pelajaran IPA dianggap mata pelajaran hafalan yang jawaban dari pertanyaanya harus sesuai dengan konsep yang dibuku pelajaran, sehingga tidak menarik untuk belajar, yang berdampak pada rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa. Kenyataan yang didapatkan dilapangan belum terealisasikan, ini dibuktikan dengan tanaman hias yang ada di pekarangan sekolah yang layu bahkan banyak yang mati sehingga rendahnya pengalaman siswa, khususnya materi pokok Bagian-Bagian Tumbuhan, rendahnya hasil belajar siswa juga terjadi pada Ujian Akhir Sekolah (UAS) untuk mata pelajaran IPA kelas VI.
Pada umumnya prestasi belajar IPA di SD rendah. Siswa kurang memahami konsep, kurangnya motivasi belajar, kurangnya keterampilan proses dalam pembelajaran (mengamati, menggolongkan, mengukur, menafsirkan, mengkombinasikan hasil, memprediksikan dan melakukan percobaan) terutama kemampuan menganalisis. Kegiatan pembelajaran juga masih perpusat pada guru, serta kurangnya penggunaan model pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran sehingga pengalaman yang diperoleh kurang bermakna. Berdasar ketrampilan proses hasil belajar bukan semata–mata bergantung pada apa yang disajikan guru, melainkan dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai informasi yang diminati kepada anak dan bagaimana anak mengolah informasi berdasarkan pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Aspek pokok pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali pengetahuan baru dan akhirnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari.
Kasus yang sering didapatkan adalah siswa yang tidak memiliki buku penunjang, sehingga kebiasaan siswa yang umumnya selalu diajar dengan metode ceramah menunjukkan bahwa siswa kurang bersemangat dalam menerima pelajaran dan menimbulkan kejenuhan siswa. Ketika belajar di dalam kelas, siswa mengetahui apa yang dijelaskan oleh guru namun apabila keluar dari proses belajar mengajar, kurang sekali pengetahuan yang diberikan oleh guru yang membekas dalam benak mereka.  Disamping hal tersebut, gangguan dalam kelas ketika pembelajaran berlangsung besar, perhatian siswa juga rendah karena dalam proses belajar-mengajar siswa terkadang mengantuk, disamping dipaksa menerima materi dari penjelasan guru.
Menurut Bloom dalam Miftahul, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif, ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi.[2] Dari penjelasan tersebut yang menjadi focus peneliti adalah kemampuan berfikir analisis atau C4, tetapi untuk sampai pada tahap analisis siswa harus menguasai kemampuan berfikir memahami, mengaplikasi, sampai menganalisis.
Karakteristik pertama anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
Ada dua unsur yang amat penting dalam pembelajaran yaitu metode mengajar dan media pembelajaran. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang sesuai, sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Ada banyak cara yang telah diupayakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik agar kualitas pembelajaran dapat meningkat, misalnya dengan penggunaan berbagai media, seperti media animasi, soal-soal berstruktur dan kartu indeks. Setiap cara mempunyai keunggulan masing-masing yang tentu saja tujuannya untuk meningkatkan hasil belajar.
Dengan menggunakan Strategi Ekspositori dengan media animasi/gambar yang digunakan terlebih dahulu harus dianalisis untuk memahami satu gambar yang diperlukan pemikiran kritis. Inilah salah satu manfaat penggunaan gambar dan penerapan Strategi Ekspositori dalam pengajaran yakni membangkitkan berpikir analisis pada diri siswa. Oleh karena itu diperlukan inovasi dalam pemilihan strategi pembelajaran yang didukung oleh penggunaan media yang sesuai. Tentu saja dalam memilih media disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak dan konsep yang akan diajarkan agar siswa lebih mudah memahami pelajaran yang diajarkan dan tidak menimbulkan kebosanan.
Belajar IPA pada umunya selalu diidentikkan dengan praktikum, menghubungkan antara konsep alam dengan teori. Di zaman yang modern ini, dengan munculnya pembelajaran kooperatif di dunia pendidikan mengakibatkan banyak guru bingung memilih model, metode, strategi dalam pembelajarannya. Ada banyak model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa tapi masih sangat kurang guru yang dapat meningkatkan sampai pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif kemampuan analisis. Maka dari itu penulis menggunakan metode ekspositori  berbantuan media animasi pada penelitian ini.
Berdasarkan permasalahan yang di kemukakan di atas, bahwa rendahnya kemampuan berfikir analisis terutama pada materi tumbuhan, oleh sebab itu baik dari penulis maupun hasil penelitian-penelitian, peneliti memandang bahwa perlunya dilakukan penelitian tindakan dalam meningkatkan kemampuan analisis.
B.   Fokus Penelitian
Pemecahan masalah ini dilakukan melalui penelitian tindakan kelas, alternatif pembelajaran untuk mengatasi kesulitan siswa dalam belajar Sains dengan menerapkan Strategi ekspositori.
Adapun dasar-dasar pertimbangan atau alasan menggunakan metode ekspositori berbantuan media animasi adalah sebagai berikut:
1.    Dengan menggunakan Strategi ekspositori, mendorong siswa untuk berpikir secara analisis dalam memecahkan permasalahan-permasalahan.
2.    Dengan menggunakan Strategi ekspositori, siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar atau animasi
3.    Dengan Strategi ekspositori siswa dapat menganalisis gambar-gambar / animasi dan dapat mengemukakan pendapatnya.
C.   Perumusan Masalah
          Berdasarkan fokus masalah diatas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.    Bagaimanakah penerapan strategi ekspositori berbantuan media animasi dalam meningkatkan kemampuan belajar IPA pada konsep flora dan fauna pada siswa kelas VI SD 6/80 Sanrego?
2.    Apakah penerapan strategi ekspositori berbantuan media animasi dapat meningkatkan kemampuan analisis siswa pada konsep flora dan fauna kelas VI SD 6/80 Sanrego?
D.   Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Manfaat bagi siswa adalah:
a.    Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa
b.    Untuk meningkatkan hasil belajar siswa terutama kemampuan analisis siswa pada mata pelajaran IPA.
2.     Manfaat bagi guru adalah:
a.    Memberikan pengalaman langsung menerapkan strategi pembelajaran ekspositori berbantuan media animasi
b.    Untuk meningkatkan kemampuan profesionalitas melalui usaha sendiri

3.    Manfaat bagi sekolah
                 a.     Memotivasi guru lainnya untuk dapat melaksanakan perbaikan mutu proses pembelajaran melalui PTK
                 b.     Memicu semangat guru lainnya untuk selalu berusaha menerapkan berbagai inovasi pembelajaran



BAB II
KAJIAN TEORITIK
A.   Konsep Penelitian Tindakan
1.    Pengertian Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan merupakan respon terhadap tekanan pragmatis dan philosofis serta kebutuhan untuk memahami penelitian yang difokuskan pada upaya untuk memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan kualitas individu dalam mengorganisasi atau mengelola diri, kualitas masyarakat serta kulitas kehidupan keluarga[3]. Penelitian tindakan merupakan suatu paradigma dan kekuatan baru bagi para praktisi penelitian karena menuntut peneliti untuk terlibat dalam proses perbaikan atau perubahan perilaku dan responden penelitian tidak hanya diperankan sebagai objek tetapi sebagai subjek.
Menurut James dalam Stringer menyatakan guru sebagai peneliti artinya guru dapat melakukan penelitian tindakan untuk meningkatkan kulitas atau kemampuan diri serta meningkatkan kulitas pembelajaran yang dilakukan.[4]
Berdasarkan uraian dari beberapa teori di atas, penelitian tindakan merupakan penelitian yang dilakukan dilingkungan kerja, sosial maupun masyarakat tempat ia berada, atau bisa jadi sekolah tempat guru mengajar, guna memperbaiki cara mengajar guru juga dari peserta didiknya, penelitian tindakan sama halnya dengan penlitian lain, mempunyai asas-asas yang akan dilakukan yaitu, tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan temuan. Tetapi dalam hal mengumpulkan data penelitian tindakan berbeda dari penelitian lainnya yaitu dengan menggunakan mix method penggabungan antara kualitatif dan kuantitatif
2.    Jenis model Penelitian Tindakan
Terdapat empat jenis Penelitian Tindakan Kelas, yaitu: Pertama Jenis diagnostik maksudnya penelitian dilakukan untuk menuntun peneliti ke arah suatu tindakan karena suatu masalah yang terjadi, Kedua, Jenis Partisipan maksudnya penelitian dilakukan dengan keterlibatan langsung peneliti dari awal sampai akhir proses. Ketiga, Jenis Empirik maksudnya penelitian dilakukan dengan cara merencanakan, mencatat pelaksanaan dan mengevaluasi pelaksanaan dari luar arena kelas,. Keempat, Jenis Eksperimental maksudnya penelitian dilakukan sebagai upaya menerapkan berbagai teknik, metode atau strategi dalam pembelajaran secara efektif dan efisien.[5]
Adapun model-model penelitian tindakan dapat kita klasifikasi sebagai berikut:

1.    Model Kemmis dan Mc Taggart
Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih lanjut dari model Kurt Lewin. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami. Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi (reflect)[6]. Dituangkan  dalam bentuk gambar, rancangan Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:
Description: C:\Users\user\Documents\mc taggart.jpg


.



Gambar 2.1. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kemmis & Taggart
Langkah pertama pada setiap siklus adalah penyusunan rencana tindakan. Tahapan berikutnya pelaksanaan dan sekaligus pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan. Hasil pengamatan kemudian dievaluasi dalam bentuk refleksi. Apabila hasil refleksi siklus pertama menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan belum memberikan hasil sebagaimana diharapkan, maka berikutnya disusun lagi rencana untuk dilaksanakan pada siklus kedua. Demikian seterusnya sampai hasil yang dinginkan benar-benar tercapai
2.    Model Kurt Lewin
Konsep inti PTK yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan (planning), (2) aksi atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin, 1990). Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi: (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating).[7]
Description: C:\Users\user\Documents\lewin.png






Gambar 2.2. Rancangan Penelitian Tindakan Kurt Lewin
3.    Model John Elliot
Model John Elliot apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci, karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan)[8]. Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran.
Dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.

Description: Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCHkiRk4GODUUtetpLBDYdXJf18ziTXK-lgCZXEbiaUGGhywjKDdloS2smXzkWGpAILjYrIuFcdPo8hfSKY_iLSEHLJv0vY925hKeSQF-xGwbgHimRDin3n7S4AwFwE98NjJDawDsZU2s/s1600/M-PTK-1.jpg











Gambar 2.3. Rancangan Penelitian Tindakan Model John Elliot

B.   Konsep Model Tindakan yang Dilakukan
1.    Media dalam Pembelajaran
Suatu medium (jamak: media) adalah perantara/pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam kaitannya dengan pengajaran-pembelajaran, media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga terjadi proses belajar. Contoh-contohnya termasuk video, televisi, computer, diagram, bahan-bahan tercetak, itu semua dapat dipandang media jika medium itu membawa pesan yang berisi tujuan pengajaran. [9]  Istilah media pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar sering disinonimkan dengan istilah media pendidikan. Media pendidikan adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran dan dimaksudkan untuk mempertinggi mutu mengajar dan belajar. Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa.
Pendapat lain dikemukan oleh Nurhayati, bahwa fungsi media pembelajaran diantaranya:
1.    Memperjelas dan memperkaya/melengkapi informasi yang diberikan secara verbal.
2.    Meningkatkan motivasi dan efisiensi penyampaian informasi
3.    Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian informasi.
4.    Menambah variasi penyajian materi
5.    Pemilihan media yang tepat akan menimbulkan semangat, gairah, dan mencegah kebosanan siswa untuk belajar
6.    Kemudahan materi untuk dicerna dan lebih membekas, sehingga tidak mudah dilupakan siswa.
7.    Memberikan pengalaman yang lebih kongkrit bagi materi yang bersifat abstrak.
8.    Meningkatkan keingintahuan (curiousity) siswa.
9.    Memberikan stimulus dan mendorong respon siswa.[10]
Media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik. Media pendidikan banyak dan bervariasi serta dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar. Aneka macam bentuk dan jenis media pendidikan yang digunakan oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi anak didik.
Syarat umum yang harus dipenuhi dalam pemanfaatan media pengajaran dalam proses belajar mengajar, yakni:
1.      Media pengajaran yang digunakan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2.      Media pengajaran tersebut merupakan media yang dapat dilihat dan didengar.
3.      Media pengajaran yang digunakan dapat merespon siswa belajar. 
4.      Media pengajaran yang harus sesuai dengan kondisi individu siswa. Media pengajaran tersebut merupakan perantara dalam proses pembelajaran siswa.[11]
Media berfungsi sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar yakni berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman kepada siswa dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana, kongkrit, serta mudah dipahami. [12] Dengan demikian media dapat berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan pemahaman anak terhadap materi pembelajaran. Media pendidikan digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa. Tanpa media pendidikan, efektivitas belajar maupun mutu pendidikan tidak akan tercapai, demikian pula dengan jika tersedia media pendidikan tetapi kita tidak memiliki kemampuan pemilihan media mana yang paling efektif dan efisien maka efektivitas pembelajaran pun tidak dapat tercapai.
Ada dua sisi penting mengenai fungsi media dalam proses belajar mengajar di kelas yaitu:
1.    Membantu guru dalam hal: (1) mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat keberlangsungan proses belajar mengajar, (2) penyajian informasi atau keterampilan secara utuh dan lengkap, (3) merancang lingkup informasi dan keterampilan secara sistematis sesuai dengan tingkat dan kemampuan dan alokasi waktu
2.    Membantu siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya meliputi: (1) pemusatan dan mempertahankan perhatian, (2) memelihara keseimbangan mental (otak) dan fisik (indera), (3) mendorong belajar mandiri (mempercepat struksi/rekonstruksi kognitifnya).
2.    Media Berbasis ICT (Information Communication and Technology)
Media Berbasis ICT (Information Communication and Technology) adalah istilah umum yang mengacu pada teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan, mengedit, mandapatkan informasi dalam berbagai bentuk seperti prestasi dengan menggunakan power point, penggunaan animasi atau gambar yang bergerak yang dikombinasikan dengan efek suara, teks, video.[13]
Informasi yang disajikan berbentuk dokumen yang hidup, dapat dilihat dilayar monitor dan proyektor, dapat didengar suaranya, dilihat gerakannya (video atau animasi yang bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik, mudah dimengerti karena melibatkan banyak indera, terutama telinga dan mata yang digunakan untuk menyerap informasi tersebut.
Konsep penggabungan perangkat memerlukan berbagai jenis perangkat keras yang masing-masing menjalankan fungsi utamanya yaitu komputer atau laptop yang telah terkoneksikan dengan LCD (Liquid Crystal Display). Adanya penggabungan ini diharapkan dapat menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran. [14]
Media pembelajaran berbasis Information, Communication and Technology (ICT), merupakan media pembelajaran yang mengandung unsur komunikasi dan informasi. Produk dan proses teknologi yang dibutuhkan dalam pembelajaran sesuai dengan karakteristik tersebut. Teknologi yang berhubungan langsung dengan pembelajaran adalah teknologi informasi dan komunikasi.
Teknologi informasi menekankan pada pelaksanan dan pemprosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi atau menampilkan data dengan menggunakan perangkat-perangkat teknologi elektronik terutama komputer. Makna teknologi informasi tersebut belum menggambarkan secara langsung kaitannya dengan sistem komunikasi menekankan pada penggunaan perangkat teknologi elektronika yang menekankan pada aspek ketercapaian tujuan dalam proses komunikasi, sehingga data dan informasi yang diolah dengan teknologi informasi harus memenuhi kriteria komunikasi yang efektif.
Secara umum, penggunaan ICT dalam proses pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut:
1)   ICT sebagai objek pembelajaran yang kebanyakan terorganisir dalam kursus-kursus spesial. Apa yang dipelajari tergantung pada bentuk fan level siswa.
2)   Pendidikan ini mempersiapkan siswa untuk menggunakan ICT dalam pendidikan, keterampilan masa depan dan dalam kehidupan sosial.
3)   Sebagai alat bantu (tool), yaitu digunakan sebagai alat, misalnya ketika membuat tugas-tugas, mengumpulkan data, dan dokumentasi dan melaksanakan penelitianSebagai medium proses pembelajaran, dimana guru dapat mengajar dan murid dapat belajar.[15]
Bentuk-bentuk media dalam pembelajaran yang berbasis ICT antara lain sebagai berikut:
1.      Power Point; merupakan program aplikasi digunakan untuk membuat bentuk presentasi yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan baik dalam proses pendesaianan (merancang) presentasi, pemberian efek gerak ataupun bunyi, menampilkan slide pada layar komputer, mencetak pada transparan ataupun kertas dan juga pembuatan hyperlynk terhadap satu objek.[16] Jadi dengan adanya penggunaan power point ini pada proses pembelajaran dapat mempermudah siswa dalam belajar karena dapat menyajikan materi dalam bentuk point-point sehingga mempermudah siswa dalam meringkas materi yang panjang, sehingga mempermudah pada saat akan menghadapi ulangan atau ujian.
2.      Animasi; melalui animasi informasi yang disajikan melalui multimedia ini berbentuk dokumen yang hidup, dapat dilihat dilayar monitor atau ketika diproyeksikan ke layar lebar melalui proyektor, dan dapat didengar suaranya, dilihat gerakannya. Multimedia ini bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik, mudah dimengerti, dan jelas. Informasi ini akan mudah dimengerti karena dapat melibatkan banyak indera, terutama telinga dan mata, yang digunakan untuk menyerap informasi itu.
3.    Media Animasi
Animasi merupakan gerakan objek maupun teks yang diatur sedemikian rupa sehingga kelihatan menarik dan kelihatan lebih hidup. Menurut Utami, animasi adalah rangkaian gambar yang membentuk sebuah gerakan. Salah satu keunggulan animasi adalah kemampuannya untuk menjelaskan suatu kejadian secara sistematis dalam tiap waktu perubahan. Hal ini sangat membantu dalam menjelaskan prosedur dan urutan kejadian.[17] .
Prinsip dari animasi adalah mewujudkan ilusi bagi pergerakan dengan memaparkan atau menampilkan satu urutan gambar yang berubah sedikit demi sedikit pada kecepatan yang tinggi atau dapat disimpulkan animasi merupakan objek diam yang diproyeksikan menjadi bergerak sehingga kelihatan hidup. Animasi merupakan salah satu media pembelajaran yang berbasis komputer yang bertujuan untuk memaksimalkan efek visual dan memberikan interaksi berkelanjutan sehingga pemahaman bahan ajar meningkat.
Ada tiga jenis format animasi: pertama, Animasi tanpa sistem kontrol, animasi ini hanya memberikan gambaran kejadian sebenarnya (behavioural realism), tanpa ada kontrol sistem. Misal untuk pause, memperlambat kecepatan pergantian frame, zoom in, zoom out, bisa jadi animasi terlalu cepat, pengguna tidak memiliki waktu yang cukup untuk memperhatikan detil tertentu karena tidak ada fasilitas untuk pause dan zoom in.
Animasi dengan sistem kontrol, animasi ini dilengkapi dengan tombol kontrol. Hal ini memungkinkan pengguna untuk menyesuaikan animasi dengan kapasitas pemrosesan informasi mereka. Namun kekurangannya, terletak pada pengetahuan awal (prior knowledge) atas materi yang dipelajari menyebabkan murid tidak tahu mana bagian yang penting dan harus diperhatikan guna memahami materi dan yang tidak. Seringkali murid lebih memperhatikan bagian yang tampak lebih menonjol secara perseptual, Animasi manipulasi langsung (Direct-manipulation Animation (DMA)). DMA menyediakan fasilitas untuk pengguna berinteraksi langsung dengan control navigasi (misal tombol dan slider). Pengguna bebas untuk menentukan arah perhatian dan kejadiannya dapat diulang.
Sebagai media ilmu pengetahuan animasi memiliki kemampuan untuk dapat memaparkan sesuatu yang rumit atau komplek untuk dijelaskan dengan hanya gambar dan kata-kata saja. Dengan kemampuan ini maka animasi dapat digunakan untuk menjelaskan suatu materi yang secara nyata tidak dapat terlihat oleh mata, dengan cara melakukan visualisasi maka materi yang dijelaskan dapat tergambarkan.
Animasi yang digunakan baik pada penjelasan konsep maupun contoh-contoh, selain berupa animasi statis auto-run atau diaktifkan melalui tombol, juga bisa berupa animasi interaktif dimana pengguna (siswa) diberi kemungkinan berperan aktif dengan merubah nilai atau posisi bagian tertentu dari animasi tersebut. Urutan kegiatan belajaranya dapat meliputi: melihat contoh, mengerjakan soal latihan, menerima informasi, meminta penjelasan, dan mengerjakan soal/evaluasi.[18]
Animasi seperti media-media lain mempunyai peranan yang tersendiri dalam bidang pendidikan khususnya untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran. Berikut merupakan beberapa kepentingan atau kelebihan animasi apabila digunakan dalam bidang pendidikan:
1.   Animasi mampu menyampaikan sesuatu konsep yang kompleks secara visual dan dinamik. Ini dapat membuat hubungan atau kaitan mengenai suatu konsep atau proses yang kompleks lebih mudah untuk dipetakan ke dalam pikiran pelajar dan seterusnya membantu dalam proses pemahaman.
2.   Animasi digital mampu menarik perhatian pelajar dengan mudah. Animasi mampu menyampaikan suatu pesan dengan lebih baik dibanding penggunaan media yang lain. Pelajar juga mampu memberi ingatan yang lebih lama kepada media yang bersifat dinamik dibanding media yang bersifat statik.
3.   Animasi digital juga dapat digunakan untuk membantu menyediakan pembelajaran secara maya. Ini utamanya untuk keadaan dimana perkiraan sebenarnya sukar atau tidak dapat disediakan, membahayakan ataupun mungkin melibatkan biaya yang tinggi.
4.   Animasi mampu menawarkan satu media pembelajaran yang lebih menyenangkan. Animasi mampu menarik perhatian, meningkatkan motivasi serta merangsang pemikiran pelajar yang lebih berkesan. Semuanya akan membantu dalam proses mengurangkan beban kognitif pelajar dalam menerima sesuatu materi pelajaran atau pesan yang ingin disampaikan oleh para pendidik.
5.   Persembahan secara visual dan dinamik yang disediakan oleh teknologi animasi mampu memudahkan dalam proses penerapan konsep atau pun demonstrasi.[19]
Adapun kelemahan dari media animasi ialah membutuhkan peralatan yang khusus. Materi dan bahan yang ada dalam animasi sulit untuk dirubah jika sewaktu-waktu terdapat kekeliruan atau informasi yang ada di dalamnya sulit untuk ditambahkan. Animasi dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa jika digunakan secara tepat, tetapi sebaliknya animasi juga dapat mengalihkan perhatian dari substansi materi yang disampaikan ke hiasan animatif yang justru tidak penting.[20]
Selama ini animasi digunakan dalam media pembelajaran untuk dua alasan. Pertama, untuk menarik perhatian siswa dan memperkuat motivasi. Animasi jenis ini biasanya berupa tulisan atau gambar yang bergerak-gerak, animasi yang lucu, aneh yang sekiranya akan menarik perhatian siswa. Animasi ini biasanya tidak ada hubungan dengan materi yang akan diberikan kepada murid. Fungsi yang kedua adalah sebagai sarana untuk memberikan pemahaman kepada murid atas materi yang akan diberikan.[21] Animasi teks (tulisan) merupakan salah satu bagian animasi yang dapat diimplementasikan untuk menambahkan efek animasi dan mempercantik tampilan paket bahan ajar multimedia yang akan dikembangkan. Untuk menjalankan animasi diperlukan program khusus (Softwore) salah satunya adalah program macromedia flash.
4.    Pembelajaran Ekspositori
Pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.[22] Roy Killen (1998) menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct instruction). Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat dominan.[23]
Proses pembelajaran dengan strategi ekspositori guru cenderung menggunakan kontrol proses pembelajaran dengan aktif, sementara siswa relatif pasif menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru. Strategi pembelajaran ekspositori ini merupakan proses pembelajaran yang lebih berpusat pada guru (teacher centered), guru menjadi sumber dan pemberi informasi utama. Meskipun dalam strategi ekspositori digunakan metode selain ceramah dan dilengkapi atau didukung dengan penggunaan media, penekanannya tetap pada proses penerimaan pengetahuan (materi pelajaran) bukan pada proses pencarian dan konstruksi pengetahuan. Stategi ini cenderung menekankan penyampaian informasi yang bersumber dari buku teks, referensi atau pengalaman pribadi dengan menggunakan teknik ceramah, demonstrasi, diskusi dan laporan studi.[24]
Terdapat beberapa karakteristik penerapan strategi pembelajar ekspositori antara lain:
1.    Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikkannya dengan ceramah.
2.    Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi,seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntu siswa untuk berpikir ulang.
3.    Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.[25]
Pada pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Pengajaran langsung dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek,dan kerja kelompok.[26]
Sintaks pengajaran langsung disajikan dalam 5 tahap, seperti ditunjukkan pada table 1 berikuti ini.
Tabel 2.1.  Sintaks pembelajaran ekspositori [27]
Fase-fase
Peran guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar balakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar
Fase 2
Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan

Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
Fase 3
Membimbing pelatihan

Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
Fase 4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mencek apakah siswa telah berhasil malakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.
Fase 5
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari

Menurut Suryaningtyas, ada beberapa keunggulan dan kelemahan dari strategi pembelajaran ekspositori. Keunggulan strategi pembelajaran ekspositori adalah:[28]
1)    Guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, sehingga guru mengetahui sejauh mana siswa menguasai pelajaran yang disampaikan.
2)    Strategi ini dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran cukup luas, sementara waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
3)    Siswa mendengar penuturan (kuliah) tentang materi pelajaran, sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
4)    Cocok digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Sedangkan kelemahan dari strategi pembelajaran ekspositori ini adalah sebagai berikut:
1)    Strategi ini hanya dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang lain.
2)    Strategi ini tidak dapat melayani perbedaan setiap siswa baik kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
3)    Strategi ini diberikan melalui ceramah, maka sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuaan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
4)    Keberhasilan strategi ini tergantung apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, kemampuan bertutur (berkomunikasi), kemampuan mengelola kelas.
5)    Gaya komunikasi terjadi satu arah, mengontrol pemahaman siswa akan materi pelajaran akan sangat terbatas, sehingga mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa terbatas pada apa yang diberikan guru.
5.    Kemampuan Berfikir Analisis
Salah satu aspek kognitif dalam taksonomi Bloom yang menempati urutan keempat setelah pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi adalah aspek analisis. Kemampuan berpikir analisis merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan berpikir analitis ini tidak mungkin dicapai siswa apabila siswa tersebut tidak menguasi aspek-aspek kognitif sebelumnya. Analisis merupakan tipe hasil yang kompleks karena memanfaatkan unsur pengetahuan, pemahaman dan aplikasi.[29]
Kemampuan analitis adalah kemampuan siswa untuk menguraikan atau memisahkan suatu hal ke dalam bagian-bagiannya dan dapat mencari keterkaitan antara bagian-bagian tersebut. Menganalisis adalah kemampuan memisahkan materi (informasi) ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan antarabagian-bagiannya, mampu melihat (mengenal) komponen-komponennya, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dari hayalan. Dalam kemampuan analisis ini juga termasuk kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, menemukan hubungan, membuktikan dan mengomentari bukti, dan merumuskan serta menunjukkan benarnya suatu generalisasi, tetapi baru dalam tahap analisis belum dapat menyusun.[30]
Pendapat lain yang sejalan, Djumhana menyatakan bahwa kemampuan analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh Bloom yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis menekankan pada pemecahan materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus atau kecil dan mendeteksi hubungan-hubungan dan bagian-bagian tersebut dan bagian-bagian itu diorganisir.[31]
Bloom membagi aspek analisis ke dalam tiga kategori , yaitu: 1) analis bagian (unsur) seperti melakukan pemisalan fakta, unsur yang didefinisikan, argumen, aksioma (asumsi), dalil, hipotesis, dan kesimpulan; 2) analisis hubungan (relasi) seperti menghubungkan antara unsur-unsur dari suatu sistem (struktur) matematika; 3) analisis sistem seperti mampu mengenal unsur-unsur dan hubungannya dengan struktur yang terorganisirkan. Penjabaran dari ketiga kategori tersebut menurut Suharsimi meliputi berbagai keterampilan, yaitu: memperinci, mengasah diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasi, menyimpulkan, menunjukkan dan membagi. Kemampuan analisis yang dapat diukur adalah kemampuan mengidentifikasi masalah, kemampuan menggunakan konsep yang sudah diketahui dalam suatu permasalahan dan mampu menyelesaikan suatu persoalan dengan cepat.[32]

Beberapa indikator kemampuan analitis, yaitu:[33]
1.    Memberikan alasan mengapa sebuah jawaban atau pendekatan suatu masalah adalah masuk akal.
2.    Membuat dan mengevaluasi kesimpulan umum berdasarkan atas penyelidikan atau penelitian.
3.    Meramalkan atau menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi yang sesuai.
4.    Mempertimbangkan validitas dari argumen dengan menggunakan berpikir deduktif dan induktif.
5.    Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan dalam jawaban adalah benar.
C.   Penelitian yang Relevan
Penelitian ini membahas tentang peningkatan kemampuan berfikir analisis IPA pada konsep materi tumbuhan dengan menggunakan strategi ekspositori berbantuan media animasi pada siswa kelas VI SD 6/80 Sanrego. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu:
1.    Penelitian yang dilakukan oleh Pardjono dan Wardaya antara lain menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Increasing ability Analysis, Synthesis, and Evaluation Learning Through Problem Solving. Solving based learning can issue raise the systematic high-level cognitive abilities wa form of analytical, synthetic thesis, and evaluasi. Learning Troubleshooting can be his base improve cognitive abilities systematic if the base material has been mastered, with group members capable of the same, and guidance an intensive teacher.[34]
2.    Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurani antara lain menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Melatih Kemampuan belajar menganalisis untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran Sains dengan menggunakan model Example non example di kelas IV SD Negeri 76/1 Sungai Penuh. Penerapan Model Example Non Example dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis materi ajar pada pelajaran SAINS, terutama dalam materi menggolongkan hewan berdasarkan jenis makanannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam menganalisis dan memahami materi pelajaran.[35]
Dari beberapa hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan seperti disebutkan diatas terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti, antara lain : (1) jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang menerapkan metode pembelajaran problem solving IPA; (2) dari seting penelitian, penelitian ini dilaksanakan pada siswa sekolah dasar kelas V, semester 1 pada mata pelajaran IPA di wilayah Kota Mataram tahun pelajaran 2007/2008; (3) dalam penelitian ini hasil yang diharapkan akan dicapai adalah meningkatnya hasil belajar IPA (ranah kognitif, kemampuan berfikir analisis) serta meningkatnya sikap kemandirian siswa.
D.   Kerangka Teoritis
Salah satu cita-cita Bangsa Indonesia yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa memerlukan perhatian semua komponen bangsa, dimana guru memegang peranan penting di dalam upaya pencapaian cita-cita itu. Oleh karena itu, sangat diharapkan usaha dan kerja keras dari guru untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dalam meningkatkan mutu pendidikan maka mutu pembelajaran harus ditingkatkan dengan menggunakan strategi-strategi pembelajaran serta media yang digunakan dalam pembelajaran.
Tidak ada model dan strategi pembelajaran yang paling jelek, masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Penerapannya tergantung pada konteks situasi, kondisi atau kebutuhan siswa. Demikian juga dengan pembelajaran ekspositori. Pembelajaran ekspositori dirancang agar siswa memperoleh pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Berhasilnya pencapaian indikator dan tujuan pembelajaran IPA tidak lepas dari usaha guru dalam meningkatkan aktivitas, minat dan perhatian siswa dalam belajar. OIeh karena itu selain metode mengajar juga diperlukan adanya media pembelajaran yang tepat agar materi yang disampaikan mudah dipahami dan tidak membosankan.
Media pembelajaran banyak jenisnya diantaranya, media visual, media audio, media audio-visual maupun media cetak. Contoh yang termasuk media visual yaitu, transpransi, power pint, animasi, film bisu, charta, grafik maupun foto.  Dalam penelitian ini media yang digunakan media gambar atau foto, power point dan dikombinasi dengan sedikit animasi.
Animasi merupakan media yang dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa terutama pada kemampuan berfikir analisi. Media power point, gambar atau foto yang disertai dengan animasi memiliki keunggulan dapat menjelaskan alur atau proses yang rumit serta memiliki tampilan yang menarik namun salah satu kelemahannya adalah materi yang ada di dalam animasi sulit untuk dapat dirubah atau ditambah jika sewaktu-waktu terdapat kesalahan atau kekurangan.
Animasi yang digunakan pada penelitian ini adalah gambar yang bergerak dan kata (tulisan) bergerak yang ada hubungannya dengan materi yang diberikan ditayangkan dalam bentuk slide microsoft power point. Animasi memerlukan program khusus yang disebut macromedia flash untuk membuatnya, tetapi dalam penelitian ini penulis mengumpulkan animasi dari internet. Animasi memerlukan perangkat-perangkat untuk menayangkannya yaitu computer dan LCD.
Berdasarkan pembahasan teori maka kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut:
 







Gambar 2.4. Kerangka Teoritis




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.   Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.    Mengetahui bagaimana proses penerapan strategi ekspositori berbantuan media animasi dalam meningkatkan kemampuan berfikir analisis pada siswa kelas VI SD 6/80 Sanrego.
2.    Mengetahui sejauh mana hasil peningkatan kemampuan berfikir analisis dengan diterapkan strategi ekspositori berbantuan media animasi pada siswa kelas VI SD 6/80 Sanrego.
B.   Tempat dan Waktu Penelitian
1.    Tempat Penelitian
          Penelitian dilaksanakan di kelas VI SD 6/80 Sanrego pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Subyek penelitian berjumlah 23 orang, yang terdiri atas 13 perempuan dan 10 laki-laki. Situasi terkait dengan tingkat hasil belajar siswa pada ranah kemampuan analisis di kelas pada mata pelajaran IPA masih rendah sehingga perlu ditingkatkan.
2.    Waktu Penelitian
Penelitian ini dilmulai pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Jadwal rencana kegiatan penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai dengan Juli 2016. Jadwal penelitian di sajikan dalam bentuk tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Tanggal
Kegiatan
Keterangan
02 Februari 2016

Berkunjung ke sekolah
Meminta izin kepada kepala sekolah dan guru


03 Februari 2016

Observasi

Pengamatan langsung
Memberikan asesmen awal

04 Februari 2016
Wawancara
Wawancara dengan kepala sekolah
Wawancara dengan guru kelas
05-08 Februari 2016
Perencanaan Tindakan
Berdasarkan hasil observasi, peneliti dan guru mendesain, merencanakan dan menyiapkan media pembelajaran
16-21 Februari 2016
Pelaksanaan Siklus I
Terlibat untuk pelaksanaan tindakan
Terlibat untuk mengevaluasi dan diskusi
23-28 Februari 2016
Refleksi Siklus I
Bersama dengan guru mengevaluasi hasil siklus I
Melakukan perubahan-perubahan yang dilakukan
2-9 Maret 2016
Pelaksanaan Siklus II
Memperbaiki kelemahan pada siklus I sambil melaksanakan tindakan
10-20 Maret 2016

Refleksi dan analisis data
Melihat perubahan kemampuan berfikir analisis anak apakah terjadi peningkatan


C.   Metode Peneltian
Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model spiral Kemmis dan Taggart. Dimana pada penelitian ini, peneliti akan memberikan tindakan dalam rangka meningkatkan kemampuan berfikir analisis, melalui strategi pembelajaran ekspositori dengan berbantuan media animasi, yang akan dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari tiga tatap muka, dua tatap muka materi dan satu tatap muka evaluasi.
Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang-ulang, sampai tujuan penelitian tercapai. Oleh karena itu, pengertian siklus pada model ini adalah putaran kegiatan yang terdiri dari empat komponen, yaitu: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).[36] Rancangan model Kemmis & McTaggart tampak pada bagan berikut:

Description: C:\Users\user\Documents\mc taggart.jpg








Gambar 3. 1. Model Penelitian Tindakan Model Kemmis & Taggart
D.   Prosedur  Penelitian Tindakan
Berdasarkan metode penelitian tindakan Kemmis dan Taggart maka prosedur tindakan disusun sebagai berikut:
SIKLUS I
Siklus I dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dan setiap pertemuan dilaksanakan dalam 2 jam pelajaran (2 x 40 menit). Pada akhir siklus diadakan evaluasi hasil belajar. Secara rinci prosedur pelaksanaan penelitian pada siklus ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
  1. Perencanaan Tindakan
a.    Melakukan diskusi awal dengan guru kelas lainnya untuk membahas masalah-masalah dalam kelas pada pembelajaran IPA yang akan dipecahkan.
b.    Mempersiapkan perangkat pembelajaran yakni berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk pertemuan pertama dan ke dua serta menyiapkan buku referensi.
c.    Mempersiapakan lembar kegiatan siswa (LKS) berdasarkan materi pelajaran IPA yang akan dipelajari.
d.    Mempersiapkan pedoman observasi untuk melihat aktivitas siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
e.    Menyiapkan media animasi untuk pembelajaran yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan, baik dalam bentuk macromedia flash (dari internet) dan dalam bentuk slide microsoft power point.
f.     Menyusun kelompok kerja siswa.
g.    Mempersiapkan/membuat tes hasil belajar siswa untuk siklus pertama.
  1. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini melaksanakan rencana pembelajaran yang telah direncanakan, yaitu:
a.    Guru membuka pelajaran dengan memberi motivasi kepada siswa dan penyampaian tujuan pembelajaran.
b.    Guru menyampaikan informasi (materi) tahap demi tahap
c.    Guru meminta siswa untuk duduk berdasarkan kelompok yang telah dibentuk guru, kemudian memberi LKS dan guru membimbing kelompok siswa untuk menyelesaikan tugas itu.
d.    Menayangkan animasi gambar atau foto yang terkait dengan materi ajar yang telah disiapkan untuk meningkatkan penguasaan siswa pada materi ajar yang dipelajari
e.    Pembahasan LKS dan juga memberikan umpan balik dan diselingi dengan penayangan ulang animasi gambar atau foto yang tekait dengan bahan yang dipelajari.
f.     Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan dan pemberian tugas rumah.
  1. Observasi dan Evaluasi
Pada prinsipnya tahap observasi dilakukan selama penelitian berlangsung, dalam arti kegiatan ini berlangsung bersamaan dengan tahap pelaksanaan tindakan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengamati aktivitas siswa melalui lembar observasi. Pada akhir siklus I, diberikan evaluasi berupa tes hasil belajar untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa pada materi yang diberikan.
  1. Refleksi
Refleksi dilakukan pada akhir siklus. Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, demikian pula hasil tes belajar siswa. Hasil analisis siklus I inilah yang dijadikan acuan untuk merencanakan siklus kedua, sehingga hasil yang dicapai pada siklus berikutnya sesuai dengan yang diharapkan dan hendaknya lebih baik dari siklus sebelumnya.
SIKLUS II
Siklus II juga dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dalam penyajian materi, setiap pertemuan menggunakan alokasi waktu 2 jam pelajaran (2 x 40 menit) dan pada akhir siklus diadakan evaluasi hasil belajar. Tahapan dalam siklus ini, pada prinsipnya sama dengan siklus I.


1.    Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini dirumuskan perencanaan siklus II pada prinsipnya sama dengan perencanaan siklus I dengan mengadakan beberapa perbaikan sesuai kekurangan yang ditemukan pada siklus I untuk mengatasi berbagai kekurangan yang dialami sebagai berikut:
a.    Melakukan diskusi dengan observer untuk membahas masalah dan kendala-kendala yang terjadi pada pelaksanaan siklus I. Tujuannya untuk mengadakan perbaikan agar pelaksanaan tindakan pada siklus II menjadi lebih baik.
b.    Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan alternatif tindakan yang lebih efektif untuk pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-2
c.    Mempersiapakan lembar kegiatan siswa (LKS) berdasarkan materi pelajaran IPA yang akan dipelajari.
d.    Mempersiapkan pedoman observasi untuk melihat aktivitas siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
e.    Menyiapkan media animasi untuk pembelajaran yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan, baik dalam bentuk macromedia flash (dari internet) dan dalam bentuk slide microsoft power point.
f.     Menyusun kelompok kerja siswa.
g.    Mempersiapkan/membuat tes hasil belajar siswa siklus II
2.    Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang dilakukan pada siklus II pada dasarnya adalah mengulang langkah-langkah pada siklus I setelah mengadakan beberapa modifikasi langkah-langkah pembelajaran yang disesuaikan dengan hasil refleksi siklus I sebagai berikut:
a.    Menggugah siswa untuk belajar
b.    Menampilkan topik pelajaran yang akan disajikan
c.    Memberi motivasi kepada siswa
d.    Menggali pengetahuan awal siswa
e.    Menampilkan tujuan pembelajaran di layar dengan bantuan LCD
f.     Guru membagi peserta didik dalam kelompok (masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang).
g.    Menayangkan animasi gambar atau foto yang terkait dengan materi ajar yang telah disiapkan untuk meningkatkan penguasaan siswa pada materi ajar yang dipelajari
h.    Guru meminta siswa mengerjakan LKS
i.      Pembahasan LKS dan juga memberikan umpan balik dan diselingi dengan penayangan ulang animasi gambar atau foto yang tekait dengan bahan yang dipelajari
j.      Membahas LKS dengan meminta tiap kelompok membacakan hasil kerja kelompoknya dan memberi penguatan pada jawaban LKS
k.    Penarikan kesimpulan
3.    Observasi dan Evaluasi
Tahap observasi dan evaluasi ini dilaksanakan pada saat pemberian tindakan berlangsung, yaitu:
a.       Observasi dilakukan berdasarkan pedoman observasi selama proses pembelajaran berlangsung. Semua kejadian dicatat oleh observer dengan menggunakan format observasi yang disusun.
b.      Hal-hal yang menjadi perhatian observer dalam tahap ini adalah aktivitas belajar siswa selama proses belajar berlangsung.
c.       Mengumpulkan data tentang hasil belajar melalui pelaksanaan tes pada akhir siklus.
d.      Melakukan evaluasi terhadap data yang ada.
4.    Refleksi
Refleksi diadakan pada akhir siklus. Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, demikian pula hasil tes belajar siswa. Kegiatan refleksi meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.    Evaluasi menyeluruh terhadap hasil tindakan siklus II
b.    Melakukan analisis terhadap seluruh data yang dikumpulkan meliputi aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
          Mengambil keputusan apakah tindakan perbaikan pembelajaran perlu dilanjutkan atau dihentikan.


E.   Teknik Pengumpulan Data
1.    Kisi-kisi Instrumen
a.    Definsi Konseptual
Kemampuan berfikir analisis adalah kemampuan memisahkan materi (informasi) ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan antara bagian-bagiannya, mampu melihat (mengenal) komponen-komponennya, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dari hayalan.
b.    Definisi Operasional
Definisi operasional adalah nilai atau skor yang diperoleh anak pada indikator kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. adapun cara pemberian skor yang diakukan adalah dengan membuat pembobotan seperti: kurang aktif (skor 1), cukup aktif (skor 2), aktif (skor 3), dan sangat aktif (skor 4).
Berdasarkan definisi konseptual dan operasional yang telah dirumuskan, instrumen untuk mengkur kemampuan analisis pada penelitian ini dikembangkan dalam bentuk lembar observasi, dengan kisi-kisi pada tabel.1.4 berikut ini.
Tabel 3.2 Kisi- kisi Instrumen
No
Dimensi
Indikator
Pernyataan
Nomor butir
Jumlah butir
1
Flora
Mengidentifikasi
§  Siswa dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk batang, daun dan bunga pada tanaman disekitar,
§  Siswa  dapat mengidentifikasi tanaman sekitar
1,2,3,4,5
5
Membedakan
§  Siswa  dapat membedakan jenis-jenis tanaman di lingkungan sekitar
§  Siswa  dapat membedakan bentuk tanaman (akar, batang, daun serta mengukurnya)
§  Siswa  dapat membedakan warna tanaman

§  Siswa  dapat membedakan ciri tanaman berdasarkan tempat tinggalnya
6,7,8,9,
10
5
Memisahkan
§  Siswa dapat memisahkan tentang tanaman yang ada berdasarkan ciri, bentuk, warna dan ukuran.
11,12
2
Menganalisis
§  Siswa dapat menganalisis tanaman bunga berdasarkan warna
§  Siswa  dapat menganalisis tanaman berdasarkan tinggi tanaman
§  Siswa dapat menganalisis tanaman berdasarkan manfaatnya.
13,14,15
3
2
Fauna
Mengidentifikasi
§  Siswa mengidentifikasi binatang di sekitar
16,17,18,19,20
5
Membedakan

§  Siswa  dapat membedakan jenis-jenis hewan di lingkungan sekitar (seperti semut, dan hewan kecil lainnya)
§  Siswa dapat membedakan bentuk hewan dan warna hewan
21,22,23,24,25
5
Memisahkan


§  Siswa dapat memisahkan tentang hewan yang ada berdasarkan ciri, bentuk, warna dan ukuran.
26,27
2
Menganalisis
§  Siswa  dapat menganalisis hewan berdasarkan tempat tinggalnya
28,29,30
3
Jumlah butir keseluruhan

30



2.    Jenis Instrumen
Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.    Observasi Pemantau Tindakan
Digunakan untuk mengobservasi proses selama aktivitas berlangsung jika ada kekurangan untuk diperbaiki pada pertemuan selanjutnya. Lembar observasi ini terdiri dari: 1) lembar observasi pemantau aktivitas siswa digunakan untuk mengetahui sejauh mana keaktifan siswa (terlampir); 2) lembar observasi pemantau aktivitas guru, Lembar observasi ini disusun untuk memantau perkembangan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Lembar observasi ini digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar selanjutnya (terlampir).
b.    Wawancara
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi lebih lengkap disesuaikan dengan masalah yang di teliti
c.    Dokumentasi
Dilakukan untuk menambah dan menguat informasi yang dilakukan dalam penelitian ini melalui sumber data.
3.    Validasi Instrumen
                        Validasi instrumen adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur. Dalam hal ini instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, Untuk mengukur validasi instrumen digunakan pendapat dari ahli (judgement experts), dalam hal ini dilakukan oleh tiga orang ahli.[37] Apakah instrumen itu dapat digunakan atau tidak.
a.    Uji Validitas
Instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur atau mengungkap data dari variabel yang diambil secara tepat.[38] Hal ini berarti hasil penelitian dengan menggunakan instrumen tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan ketepatannya. Untuk mendapat validitas intrumen, maka instrumen yang akan digunakan dibuat berdasarkan indikator dan variabel penelitian. Kegiatan pengujian instrumen diuji coba di SD lain sesuai dengan sekolah tempat penelitian dilakukan. Salah satu ketentuan yang harus dipenuhi dalam mengadakan penelitian, dimana data-datanya diambil berdasarkan instrumen, melalui observasi terhadap responden, maka instrumen harus dilihat kevalidan dan realibilitasnya. Adapun jumlah instrumen yang akan divalidasi berjumlah 24 butir.
Rumus yang digunakan untuk pengujian validitas butir adalah dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment.[39]
Keterangan:
            : koefisien korelasi
N              : Jumlah responden
           : jumlah skor sebaran x
           : jumlah skor sebaran y
         : jumlah skor perkalian antara skor x dan skor y
         : jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran x
         : jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran y

b.    Uji reliabilitas
Reliabilitas berkenaan dengan konsisten hasil pengukuran. Hal itu berarti bahwa konsisten skor yang dicapai oleh suatu kelompok apabila tes kembali dengan tes yang sama. Pengujian reliabilitas untuk mengukur konsistensi internal butir-butir pernyataan kuesioner (angket) dalam instrumen yang digunakan pada penelitian. Reliabilitas menunjuk pada hasil yang dicapai melalui penelitian yang akan digunakan agar dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mendapatkan alat ukur dapat dipercaya atau menyatakan ketetapan, digunakan rumus Alfa Cronbach.[40]
Keterangan:
          = reliabilitas instrument
k           = mean kuadrat antara subyek
    = mean kuadrat kesalahan
        = varians total


Kriteria diterima atau ditolaknya koefisien korelasi butr instrument dapat menggunakan aturan jika rbutir lebih besar dari rtabel pada nilai  tertentu, amak butir dianggap valid (diterima). Jika rbutir lebih kecil atau sama dengan rtabel pada nilai  tertentu, maka butir dianggap tidak valid (ditolak/ gugur).
Hasil uji reliabilitas di interpretasikan pada kriteria nilai r seperti dibawah ini:[41]
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai r
Koefisien Reliabilitas
Interpretasi
0,00 – 0,199
Sangat rendah
         0,20 – 0, 399
Rendah
  0, 40 – 0,599
Sedang
  0, 60 – 0,799
Kuat
 0,80 – 1,000
Sangat kuat

F.    Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan adalah melalui dua cara yaitu teknik analisis data kualitatif dan analsis data kuantitatif.
1.    Analisis Kualitatif
Analisis data kualitatif adalah data tentang aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar. Pengambilan data kualitatif menggunakan lembar pengamatan aktifitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung. Analisis data kualitatif mengunakan teknik menurut Miles dan Huberman yang terdiri dari: data reduction, data display, data conclusing drawing/verification adalah:
a.    Reduksi data adalah pemilihan data dengan memusatkan perhatian pada penyederhanaan atau penyingkatan data, teori, serta metode dalam bentuk uraian rinci dan sistematis sehingga mudah dipahami.
b.    Penyajian data atau data display digunakan untuk menggambarkan data yang telah diklasifikasikan dan diurutkan berdasarkan tebel penilaian kemudian dinarasikan dalam beberapa kalimat atau paragraf.
c.    Conclusing drawing/verification atau penarikan kesimpulan yang dilakukan berdasarkan perkembangan nilai pada setiap siklus serta kaitannya dengan perkembangan nilai pada setiap latihan pada setiap akhir pertemuan. Penarikan kesimpulan juga berdasarkan catatan lapangan peneliti, lembar observasi guru, wawancara serta dokumentasi. [42] 
2.    Analisis  Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan terhadap peningkatan kemampuan berfikir analisis kelas VI pada setiap siklus, hasil observasi dan refleksi akhir yang dilakukan untuk mengetahui apakah strategi ekspositori  dapat meningkatkan kemampuan berfikir analisis secara signifikan.
Adapun rumus yang dapat digunakan dalam analisis data ini adalah sebagai berikut:
a.  Rata-rata skor =
b.  Skor tertinggi = jumlah butir observasi x skor tertinggi tiap butir
c.   Kisaran nilai untuk setiap kriteria pengamatan
Sudjana (2009)[43]
Adapun skor tertinggi yaitu tiap butir observasi adalah 4, sedangkan jumlah butir instrumen adalah 24, maka skor tertinggi adalah 96.
Tabel 3.5 Skor Instrumen
NO
Skor
Interprestasi Penilaian
1
4
Sangat baik
2
3
Baik
3
2
Cukup
4
1
Kurang
(Arikunto, 2010: 4)
Kisaran nilai untuk setiap kriteria pengamatan:
        = 
        = 18


           Tabel 3.6 Interval Kategori Penilaian Aktivitas Siswa
NO
Skor
Interprestasi Penilaian
1
24-42
Kurang Aktif
2
42-60
Cukup Aktif
3
60-78
Aktif
4
78-96
Sangat Aktif

Untuk melihat ketuntasan belajar klasikal, dapat digunakan rumus berikut ini:
                    (Trianto)[44]                    
            Dimana KB adalah persentase ketuntasan belajar, NS adalah jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 70 dan N adalah jumlah siswa. Serta disesuaikan dengan standar yang digunakan oleh Mills yaitu ketuntasan belajar secara klasikal 81 %.




[1] Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1999). h. 14
[2] Miftahul, Huda, Model-model Pengajaran dan pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 170.
[3]  Nana Djumhana, Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009) hh. 20
[4] James Schreiber & Kimberly Asner-Self. Educational Research (United States of America: John Wiley & Sons, Inc, 2009), h. 19
[5] Ekawarna, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Gaun Persada, 2009), h. 72
[6] Sukayati, Penelitian Tindakan Kelas (Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan matematika, 2008), h. 41
[7] Ibid., h. 43
[8] Ibid., h. 44
[9] Materi Pelatihan terintegrasi Ilmu Pengetahuan Alam (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005)
[10] Nurhayati, Lukman, Strategi Belajar Mengajar (Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM, 2004) h. 71
[11] Ibid., h. 72
[12] Sugiyono, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 65
[13] Hamzah, B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 35
[14] Sugiyono., Op. cit., h. 66
[15] Rayandra Asyhar, Buku Kreatif Mengembangkan kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran (Jambi: Referensi, 2012), h. 121
[16] Ibid., h. 129
[17] Utami, Animasi dalam pembelajaran www.uny.ac.id/akademik/default.php/ (Diakses 02 Desember 2015).
[18] Suwarna, Model Pembelajaran Fisiska Interaktif melalui Program Macromedia Flash http://biologyeducationresearch. /2015/01/model-pembelajaran-kooperatif-metode.html (Diakses  02 Desember 2015)
[19] Harun, Zaidatun, Teknologi Multimedia dalam Pendidikan.   http://www. ctl.utm.my publications  /  manuals /mm/elemen MM.pdf. (Diakses 02 Desember  2015)
[20] Rayandra Asyhar, op. cit., 129
[21] Rusdianto, Pengaruh Penggunaan Media Animasi pada Model Pembelajaran Langsung terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI MA Negeri Model Makassar pada Konsep Sistem Pencernaan. (Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Makassar: 2008), h. 32
[22] Hamzah, B. Uno, op. cit 126
[23] Sanjaya, W, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 30
[24] Ibid., h. 33
[25] Ibid., hh. 34-35
[26] Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2013), h. 136
[27] Ibid., h. 138
[28] Suryaningtyas, Strategi Pembelajaran http://eduplud. or.id/page =Artikel &ida=433&idt=9/ (Diakses 02 Desember 2015)
[29] Miftahul, Huda, op. cit, h. 170
[30] Ibid, h. 171
[31] Nana Djumhana, op.cit h. 65
[32] Abdurrahman, op. cit. h. 10
[33] Miftahul, Huda, op.cit. h. 173
[34] Pardjono, Wardaya, Increasing ability Analysis, Synthesis, and Evaluation Learning Through Problem Solving (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2012)
[35]  Siti Nurani, Melatih Kemampuan belajar menganalisis untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran Sains dengan menggunakan model Example non example (Jambi: Universitas Jambi, 2014)
[36] Sukayati. loc.cit.
[37] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung, Alfabeta, 2008)., h. 125.
[38] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.160
[39] Sugiyono. Op.cit., h. 226.
[40] Sugiyono, op.cit., h. 365
[41] Ibid, h. 100.
[42] Suharsimi, Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 45
[43] Nana, Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.109
[44] Trianto. Model-Model Pembelajaran Terpadu (Jakarta: Bumi Aksara, 2007). h. 95

Tidak ada komentar:

Posting Komentar