
PENINGKATAN BERFIKIR ANALITIK DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI EKSPOSITORI BERBANTUAN MEDIA ANIMASI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Peningkatan
kualitas pembelajaran merupakan salah satu tantangan dalam pendidikan nasional
kita. Para pendidik dihadapkan pada tantangan bagaimana mendidik peserta didik agar adaptif terhadap perkembangan
zaman. Adaptif dalam arti dapat menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pengetahuan
terus menerus berkembang dengan pesat, sehingga pendidik harus terus
menerus siap untuk selalu belajar sepanjang hayat kalau tidak mau ketinggalan zaman. Teknologi
juga berkembang dengan pesat sehingga perlu dipelajari juga oleh pendidik yang akan
dimanfaatkan untuk memudahkan
menjalankan tugas sebagai pendidik.
|
Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di
Sekolah Dasar (SD) adalah agar siswa memahami konsep-konsep IPA secara
sederhana dan mampu menggunakan metode ilmiah, bersikap ilmiah untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran
dan kekuasaan pencipta alam[1]. Salah satu faktor dalam
pembelajaran IPA guru lebih banyak berceramah, sehingga siswa menjadi cepat
bosan dan menyebabkan hasil belajar IPA rendah. Penyebab rendahnya hasil
belajar IPA siswa yang berasumsi bahwa pelajaran IPA dianggap mata pelajaran
hafalan yang jawaban dari pertanyaanya harus sesuai dengan konsep yang dibuku
pelajaran, sehingga tidak menarik untuk belajar, yang berdampak pada rendahnya
hasil belajar yang diperoleh siswa. Kenyataan yang didapatkan dilapangan belum
terealisasikan, ini dibuktikan dengan tanaman hias yang ada di pekarangan
sekolah yang layu bahkan banyak yang mati sehingga rendahnya pengalaman siswa,
khususnya materi pokok Bagian-Bagian Tumbuhan, rendahnya hasil belajar siswa
juga terjadi pada Ujian Akhir Sekolah (UAS) untuk mata pelajaran IPA kelas VI.
Pada
umumnya prestasi belajar IPA di SD rendah. Siswa kurang memahami konsep, kurangnya
motivasi belajar, kurangnya keterampilan proses dalam pembelajaran (mengamati,
menggolongkan, mengukur, menafsirkan, mengkombinasikan hasil, memprediksikan
dan melakukan percobaan) terutama kemampuan menganalisis. Kegiatan pembelajaran
juga masih perpusat pada guru, serta kurangnya penggunaan model pembelajaran
dan penggunaan media pembelajaran sehingga pengalaman yang diperoleh kurang
bermakna. Berdasar ketrampilan proses hasil belajar bukan semata–mata
bergantung pada apa yang disajikan guru, melainkan dipengaruhi oleh interaksi
antara berbagai informasi yang diminati kepada anak dan bagaimana anak mengolah
informasi berdasarkan pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Aspek pokok
pembelajaran IPA adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka,
memiliki rasa ingin tahu untuk menggali pengetahuan baru dan akhirnya dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari.
Kasus yang sering didapatkan adalah
siswa yang tidak memiliki buku penunjang, sehingga kebiasaan siswa yang
umumnya selalu diajar dengan metode ceramah menunjukkan bahwa siswa kurang
bersemangat dalam menerima pelajaran dan menimbulkan kejenuhan siswa. Ketika
belajar di dalam kelas, siswa mengetahui apa yang dijelaskan oleh guru namun
apabila keluar dari proses belajar mengajar, kurang sekali pengetahuan yang
diberikan oleh guru yang membekas dalam benak mereka. Disamping hal tersebut, gangguan dalam kelas
ketika pembelajaran berlangsung besar, perhatian siswa juga rendah karena dalam
proses belajar-mengajar siswa terkadang mengantuk, disamping dipaksa menerima
materi dari penjelasan guru.
Menurut Bloom dalam Miftahul, segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif,
ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk didalamnya
kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan
kemampuan mengevaluasi.[2] Dari penjelasan tersebut
yang menjadi focus peneliti adalah kemampuan berfikir analisis atau C4, tetapi
untuk sampai pada tahap analisis siswa harus menguasai kemampuan berfikir
memahami, mengaplikasi, sampai menganalisis.
Karakteristik pertama anak SD adalah
senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan
pendidikan yang bermuatan permainan lebih untuk kelas rendah. Guru SD
seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur
permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang
serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling
antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang
mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan
Keterampilan (SBK).Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang
dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang
paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak
untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
Ada dua unsur yang
amat penting dalam pembelajaran yaitu metode mengajar dan media pembelajaran. Pemilihan salah satu metode
mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang sesuai,
sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi media pengajaran adalah
sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan
lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Ada
banyak cara yang telah diupayakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta
didik agar kualitas pembelajaran dapat meningkat, misalnya dengan penggunaan
berbagai media, seperti media animasi, soal-soal berstruktur dan kartu indeks.
Setiap cara mempunyai keunggulan masing-masing yang tentu saja tujuannya untuk
meningkatkan hasil belajar.
Dengan menggunakan Strategi Ekspositori dengan media
animasi/gambar yang digunakan terlebih dahulu harus dianalisis untuk memahami
satu gambar yang diperlukan pemikiran kritis. Inilah salah satu manfaat
penggunaan gambar dan penerapan Strategi Ekspositori dalam pengajaran yakni
membangkitkan berpikir analisis pada diri siswa. Oleh karena itu diperlukan inovasi
dalam pemilihan strategi pembelajaran yang didukung oleh penggunaan media yang
sesuai. Tentu saja dalam memilih media disesuaikan dengan tingkat perkembangan
anak dan konsep yang akan diajarkan agar siswa lebih mudah memahami pelajaran
yang diajarkan dan tidak menimbulkan kebosanan.
Belajar IPA pada umunya selalu diidentikkan
dengan praktikum, menghubungkan antara konsep alam dengan teori. Di zaman yang
modern ini, dengan munculnya pembelajaran kooperatif di dunia pendidikan
mengakibatkan banyak guru bingung memilih model, metode, strategi dalam
pembelajarannya. Ada banyak model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar
siswa tapi masih sangat kurang guru yang dapat meningkatkan sampai pada hasil
belajar siswa pada ranah kognitif kemampuan analisis. Maka dari itu penulis
menggunakan metode ekspositori
berbantuan media animasi pada penelitian ini.
Berdasarkan permasalahan
yang di kemukakan di atas, bahwa rendahnya kemampuan berfikir analisis
terutama pada materi tumbuhan, oleh sebab itu baik dari penulis
maupun hasil penelitian-penelitian,
peneliti memandang bahwa perlunya dilakukan penelitian tindakan dalam
meningkatkan kemampuan analisis.
B.
Fokus
Penelitian
Pemecahan masalah ini
dilakukan melalui penelitian tindakan kelas, alternatif pembelajaran untuk
mengatasi kesulitan siswa dalam belajar Sains dengan menerapkan Strategi
ekspositori.
Adapun dasar-dasar
pertimbangan atau alasan menggunakan metode ekspositori berbantuan media
animasi adalah sebagai berikut:
1.
Dengan menggunakan Strategi ekspositori, mendorong
siswa untuk berpikir secara analisis dalam memecahkan
permasalahan-permasalahan.
2.
Dengan menggunakan Strategi ekspositori,
siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar atau animasi
3.
Dengan Strategi ekspositori siswa dapat
menganalisis gambar-gambar / animasi dan dapat mengemukakan pendapatnya.
C.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
fokus masalah diatas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah
penerapan strategi ekspositori berbantuan media animasi dalam meningkatkan
kemampuan belajar IPA pada konsep flora dan fauna pada siswa kelas VI SD 6/80
Sanrego?
2. Apakah
penerapan strategi ekspositori berbantuan media animasi dapat meningkatkan
kemampuan analisis siswa pada konsep flora dan fauna kelas VI SD 6/80 Sanrego?
D.
Kegunaan
Hasil Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi siswa adalah:
a. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa
b. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa terutama kemampuan
analisis siswa pada mata pelajaran IPA.
2. Manfaat bagi guru adalah:
a. Memberikan pengalaman langsung menerapkan strategi
pembelajaran ekspositori berbantuan media animasi
b. Untuk meningkatkan kemampuan profesionalitas melalui
usaha sendiri
3. Manfaat bagi sekolah
a. Memotivasi guru lainnya untuk dapat melaksanakan
perbaikan mutu proses pembelajaran melalui PTK
b. Memicu semangat guru lainnya untuk
selalu berusaha menerapkan berbagai inovasi pembelajaran
BAB
II
KAJIAN
TEORITIK
A.
Konsep
Penelitian Tindakan
1. Pengertian Penelitian Tindakan
Penelitian
tindakan merupakan respon terhadap tekanan pragmatis dan philosofis serta
kebutuhan untuk memahami penelitian yang difokuskan pada upaya untuk
memperbaiki, meningkatkan dan mengembangkan kualitas individu dalam mengorganisasi
atau mengelola diri, kualitas masyarakat serta kulitas kehidupan keluarga[3]. Penelitian tindakan
merupakan suatu paradigma dan kekuatan baru bagi para praktisi penelitian
karena menuntut peneliti untuk terlibat dalam proses perbaikan atau perubahan
perilaku dan responden penelitian tidak hanya diperankan sebagai objek tetapi
sebagai subjek.
Menurut
James dalam Stringer menyatakan guru sebagai peneliti artinya guru dapat
melakukan penelitian tindakan untuk meningkatkan kulitas atau kemampuan diri
serta meningkatkan kulitas pembelajaran yang dilakukan.[4]
Berdasarkan
uraian dari beberapa teori di atas, penelitian tindakan merupakan penelitian
yang dilakukan dilingkungan kerja, sosial maupun masyarakat tempat ia berada,
atau bisa jadi sekolah tempat guru mengajar, guna memperbaiki cara mengajar
guru juga dari peserta didiknya, penelitian tindakan sama halnya dengan
penlitian lain, mempunyai asas-asas yang akan dilakukan yaitu, tahap
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan temuan. Tetapi dalam hal mengumpulkan
data penelitian tindakan berbeda dari penelitian lainnya yaitu dengan
menggunakan mix method penggabungan
antara kualitatif dan kuantitatif
2. Jenis model Penelitian Tindakan
Terdapat empat jenis Penelitian Tindakan
Kelas, yaitu: Pertama Jenis diagnostik
maksudnya penelitian dilakukan untuk menuntun peneliti ke arah suatu tindakan
karena suatu masalah yang terjadi, Kedua, Jenis Partisipan maksudnya penelitian
dilakukan dengan keterlibatan langsung peneliti dari awal sampai akhir proses.
Ketiga, Jenis Empirik maksudnya
penelitian dilakukan dengan cara merencanakan, mencatat pelaksanaan dan
mengevaluasi pelaksanaan dari luar arena kelas,. Keempat, Jenis Eksperimental maksudnya penelitian
dilakukan sebagai upaya menerapkan berbagai teknik, metode atau strategi dalam
pembelajaran secara efektif dan efisien.[5]
Adapun
model-model penelitian tindakan dapat kita klasifikasi sebagai berikut:
1. Model
Kemmis dan Mc Taggart
Model yang
dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih lanjut dari model
Kurt Lewin. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami.
Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup
sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi (reflect)[6].
Dituangkan dalam bentuk gambar,
rancangan Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:

.
Gambar 2.1. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kemmis
& Taggart
Langkah pertama pada setiap siklus adalah penyusunan rencana
tindakan. Tahapan
berikutnya pelaksanaan dan sekaligus pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan. Hasil pengamatan kemudian dievaluasi dalam bentuk
refleksi. Apabila hasil refleksi siklus pertama menunjukkan bahwa pelaksanaan
tindakan belum memberikan hasil sebagaimana diharapkan, maka berikutnya disusun
lagi rencana untuk dilaksanakan pada siklus kedua. Demikian seterusnya sampai
hasil yang dinginkan benar-benar tercapai

2. Model
Kurt Lewin
Konsep inti PTK yang
diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat
langkah, yaitu: (1) Perencanaan (planning), (2) aksi atau tindakan (acting),
(3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin, 1990).
Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin
tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi: (1) Perencanaan
(planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating).[7]

Gambar 2.2. Rancangan Penelitian Tindakan Kurt Lewin
3. Model John Elliot
Model John Elliot apabila
dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin
dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci, karena
di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5
aksi (tindakan)[8].
Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang
terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara
terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih
tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses
belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap
aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu
pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran.
Dalam kenyataan
praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan
dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang
menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan
kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.

Gambar 2.3. Rancangan Penelitian Tindakan Model John
Elliot
B.
Konsep
Model Tindakan yang Dilakukan
1.
Media
dalam Pembelajaran
Suatu medium (jamak: media) adalah perantara/pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam kaitannya dengan
pengajaran-pembelajaran, media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga terjadi proses belajar.
Contoh-contohnya termasuk video, televisi, computer, diagram, bahan-bahan
tercetak, itu semua dapat dipandang media jika medium itu membawa pesan yang
berisi tujuan pengajaran. [9] Istilah media pengajaran dalam kegiatan
belajar mengajar sering disinonimkan dengan istilah media pendidikan. Media
pendidikan adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi
pengajaran dan dimaksudkan untuk mempertinggi mutu mengajar dan belajar.
Pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan
keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan
belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa.
Pendapat lain dikemukan oleh Nurhayati, bahwa fungsi
media pembelajaran diantaranya:
1. Memperjelas
dan memperkaya/melengkapi informasi yang diberikan secara verbal.
2. Meningkatkan
motivasi dan efisiensi penyampaian informasi
3. Meningkatkan
efektivitas dan efisiensi penyampaian informasi.
4. Menambah
variasi penyajian materi
5. Pemilihan
media yang tepat akan menimbulkan semangat, gairah, dan mencegah kebosanan
siswa untuk belajar
6. Kemudahan
materi untuk dicerna dan lebih membekas, sehingga tidak mudah dilupakan siswa.
7. Memberikan
pengalaman yang lebih kongkrit bagi materi yang bersifat abstrak.
8. Meningkatkan
keingintahuan (curiousity) siswa.
9. Memberikan
stimulus dan mendorong respon siswa.[10]
Media
pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh
guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik.
Media pendidikan banyak dan bervariasi serta dapat dimanfaatkan dalam proses
belajar mengajar. Aneka macam bentuk dan jenis media pendidikan yang digunakan
oleh guru menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi anak didik.
Syarat umum
yang harus dipenuhi dalam pemanfaatan media pengajaran dalam proses belajar
mengajar, yakni:
1.
Media pengajaran yang digunakan harus sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2.
Media pengajaran tersebut merupakan media yang dapat
dilihat dan didengar.
3.
Media pengajaran yang digunakan dapat merespon siswa
belajar.
4.
Media pengajaran yang harus sesuai dengan kondisi
individu siswa. Media pengajaran tersebut merupakan perantara dalam proses
pembelajaran siswa.[11]
Media
berfungsi sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar yakni berupa
sarana yang dapat memberikan pengalaman kepada siswa dalam rangka mendorong
motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak
menjadi lebih sederhana, kongkrit, serta mudah dipahami. [12]
Dengan demikian media dapat berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan
pemahaman anak terhadap materi pembelajaran. Media pendidikan digunakan untuk
menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan kemampuan siswa. Tanpa media pendidikan, efektivitas belajar maupun mutu
pendidikan tidak akan tercapai, demikian pula dengan jika tersedia media
pendidikan tetapi kita tidak memiliki kemampuan pemilihan media mana yang
paling efektif dan efisien maka efektivitas pembelajaran pun tidak dapat
tercapai.
Ada dua sisi
penting mengenai fungsi media dalam proses belajar mengajar di kelas yaitu:
1. Membantu
guru dalam hal: (1) mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat
keberlangsungan proses belajar mengajar, (2) penyajian informasi atau
keterampilan secara utuh dan lengkap, (3) merancang lingkup informasi dan
keterampilan secara sistematis sesuai dengan tingkat dan kemampuan dan alokasi
waktu
2. Membantu
siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya meliputi: (1)
pemusatan dan mempertahankan perhatian, (2) memelihara keseimbangan mental
(otak) dan fisik (indera), (3) mendorong belajar mandiri (mempercepat
struksi/rekonstruksi kognitifnya).
2.
Media
Berbasis ICT (Information Communication
and Technology)
Media Berbasis ICT (Information Communication and Technology)
adalah istilah umum yang mengacu pada teknologi yang digunakan untuk
mengumpulkan, mengedit, mandapatkan informasi dalam berbagai bentuk seperti
prestasi dengan menggunakan power point, penggunaan animasi atau gambar yang
bergerak yang dikombinasikan dengan efek suara, teks, video.[13]
Informasi yang
disajikan berbentuk dokumen yang hidup, dapat dilihat dilayar monitor dan
proyektor, dapat didengar suaranya, dilihat gerakannya (video atau animasi yang
bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik,
mudah dimengerti karena melibatkan banyak indera, terutama telinga dan mata
yang digunakan untuk menyerap informasi tersebut.
Konsep penggabungan
perangkat memerlukan berbagai jenis perangkat keras yang masing-masing
menjalankan fungsi utamanya yaitu komputer atau laptop yang telah terkoneksikan
dengan LCD (Liquid Crystal Display). Adanya penggabungan ini diharapkan dapat
menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran. [14]
Media pembelajaran
berbasis Information, Communication and
Technology (ICT), merupakan media pembelajaran yang mengandung unsur
komunikasi dan informasi. Produk dan proses teknologi yang dibutuhkan dalam
pembelajaran sesuai dengan karakteristik tersebut. Teknologi yang berhubungan
langsung dengan pembelajaran adalah teknologi informasi dan komunikasi.
Teknologi informasi
menekankan pada pelaksanan dan pemprosesan data seperti menangkap,
mentransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi atau menampilkan data
dengan menggunakan perangkat-perangkat teknologi elektronik terutama komputer.
Makna teknologi informasi tersebut belum menggambarkan secara langsung
kaitannya dengan sistem komunikasi menekankan pada penggunaan perangkat
teknologi elektronika yang menekankan pada aspek ketercapaian tujuan dalam
proses komunikasi, sehingga data dan informasi yang diolah dengan teknologi
informasi harus memenuhi kriteria komunikasi yang efektif.
Secara umum,
penggunaan ICT dalam proses pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut:
1) ICT sebagai objek pembelajaran yang kebanyakan
terorganisir dalam kursus-kursus spesial. Apa yang dipelajari tergantung pada
bentuk fan level siswa.
2) Pendidikan ini mempersiapkan siswa untuk menggunakan
ICT dalam pendidikan, keterampilan masa depan dan dalam kehidupan sosial.
3) Sebagai alat bantu (tool), yaitu digunakan sebagai
alat, misalnya ketika membuat tugas-tugas, mengumpulkan data, dan dokumentasi
dan melaksanakan penelitianSebagai medium proses pembelajaran, dimana guru
dapat mengajar dan murid dapat belajar.[15]
Bentuk-bentuk media
dalam pembelajaran yang berbasis ICT antara lain sebagai berikut:
1. Power Point; merupakan program aplikasi digunakan
untuk membuat bentuk presentasi yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang
dibutuhkan baik dalam proses pendesaianan (merancang) presentasi, pemberian
efek gerak ataupun bunyi, menampilkan slide pada layar komputer, mencetak pada
transparan ataupun kertas dan juga pembuatan hyperlynk terhadap satu objek.[16]
Jadi dengan adanya penggunaan power point ini pada proses pembelajaran dapat
mempermudah siswa dalam belajar karena dapat menyajikan materi dalam bentuk
point-point sehingga mempermudah siswa dalam meringkas materi yang panjang,
sehingga mempermudah pada saat akan menghadapi ulangan atau ujian.
2. Animasi; melalui animasi informasi yang disajikan
melalui multimedia ini berbentuk dokumen yang hidup, dapat dilihat dilayar
monitor atau ketika diproyeksikan ke layar lebar melalui proyektor, dan dapat
didengar suaranya, dilihat gerakannya. Multimedia ini bertujuan untuk
menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik, mudah dimengerti,
dan jelas. Informasi ini akan mudah dimengerti karena dapat melibatkan banyak
indera, terutama telinga dan mata, yang digunakan untuk menyerap informasi itu.
3.
Media
Animasi
Animasi merupakan gerakan objek maupun teks yang diatur
sedemikian rupa sehingga kelihatan menarik dan kelihatan lebih hidup. Menurut
Utami, animasi adalah rangkaian gambar yang membentuk sebuah gerakan. Salah
satu keunggulan animasi adalah kemampuannya untuk menjelaskan suatu kejadian
secara sistematis dalam tiap waktu perubahan. Hal ini sangat membantu dalam
menjelaskan prosedur dan urutan kejadian.[17] .
Prinsip dari animasi adalah mewujudkan ilusi bagi
pergerakan dengan memaparkan atau menampilkan satu urutan gambar yang berubah
sedikit demi sedikit pada kecepatan yang tinggi atau dapat disimpulkan animasi
merupakan objek diam yang diproyeksikan menjadi bergerak sehingga kelihatan
hidup. Animasi merupakan salah satu media pembelajaran yang berbasis komputer
yang bertujuan untuk memaksimalkan efek visual dan memberikan interaksi
berkelanjutan sehingga pemahaman bahan ajar meningkat.
Ada tiga jenis format animasi: pertama, Animasi tanpa
sistem kontrol, animasi ini hanya memberikan gambaran kejadian sebenarnya (behavioural realism),
tanpa ada kontrol sistem. Misal untuk pause, memperlambat kecepatan pergantian
frame, zoom in, zoom out, bisa jadi
animasi terlalu cepat, pengguna tidak memiliki waktu yang cukup untuk
memperhatikan detil tertentu karena tidak ada fasilitas untuk pause dan zoom
in.
Animasi dengan sistem kontrol, animasi ini dilengkapi
dengan tombol kontrol. Hal ini memungkinkan pengguna untuk menyesuaikan animasi
dengan kapasitas pemrosesan informasi mereka. Namun kekurangannya, terletak
pada pengetahuan awal (prior
knowledge) atas materi yang dipelajari menyebabkan murid tidak tahu
mana bagian yang penting dan harus diperhatikan guna memahami materi dan yang
tidak. Seringkali murid lebih memperhatikan bagian yang tampak lebih menonjol
secara perseptual, Animasi manipulasi langsung (Direct-manipulation Animation (DMA)). DMA
menyediakan fasilitas untuk pengguna berinteraksi langsung dengan control
navigasi (misal tombol dan slider).
Pengguna bebas untuk menentukan arah perhatian dan kejadiannya dapat diulang.
Sebagai media ilmu pengetahuan animasi memiliki kemampuan
untuk dapat memaparkan sesuatu yang rumit atau komplek untuk dijelaskan dengan
hanya gambar dan kata-kata saja. Dengan kemampuan ini maka animasi dapat
digunakan untuk menjelaskan suatu materi yang secara nyata tidak dapat terlihat
oleh mata, dengan cara melakukan visualisasi maka materi yang dijelaskan dapat
tergambarkan.
Animasi yang digunakan baik pada penjelasan konsep maupun
contoh-contoh, selain berupa animasi statis auto-run
atau diaktifkan melalui tombol, juga bisa berupa animasi interaktif dimana
pengguna (siswa) diberi kemungkinan berperan aktif dengan merubah nilai atau
posisi bagian tertentu dari animasi tersebut. Urutan kegiatan belajaranya dapat
meliputi: melihat contoh, mengerjakan soal latihan, menerima informasi, meminta
penjelasan, dan mengerjakan soal/evaluasi.[18]
Animasi seperti media-media lain mempunyai peranan yang
tersendiri dalam bidang pendidikan khususnya untuk meningkatkan kualitas
pengajaran dan pembelajaran. Berikut merupakan beberapa kepentingan atau
kelebihan animasi apabila digunakan dalam bidang pendidikan:
1. Animasi
mampu menyampaikan sesuatu konsep yang kompleks secara visual dan dinamik. Ini
dapat membuat hubungan atau kaitan mengenai suatu konsep atau proses yang
kompleks lebih mudah untuk dipetakan ke dalam pikiran pelajar dan seterusnya
membantu dalam proses pemahaman.
2. Animasi
digital mampu menarik perhatian pelajar dengan mudah. Animasi mampu
menyampaikan suatu pesan dengan lebih baik dibanding penggunaan media yang
lain. Pelajar juga mampu memberi ingatan yang lebih lama kepada media yang
bersifat dinamik dibanding media yang bersifat statik.
3. Animasi
digital juga dapat digunakan untuk membantu menyediakan pembelajaran secara
maya. Ini utamanya untuk keadaan dimana perkiraan sebenarnya sukar atau tidak
dapat disediakan, membahayakan ataupun mungkin melibatkan biaya yang tinggi.
4. Animasi
mampu menawarkan satu media pembelajaran yang lebih menyenangkan. Animasi mampu
menarik perhatian, meningkatkan motivasi serta merangsang pemikiran pelajar
yang lebih berkesan. Semuanya akan membantu dalam proses mengurangkan beban
kognitif pelajar dalam menerima sesuatu materi pelajaran atau pesan yang ingin
disampaikan oleh para pendidik.
5. Persembahan
secara visual dan dinamik yang disediakan oleh teknologi animasi mampu
memudahkan dalam proses penerapan konsep atau pun demonstrasi.[19]
Adapun kelemahan dari media animasi ialah membutuhkan
peralatan yang khusus. Materi dan bahan yang ada dalam animasi sulit untuk
dirubah jika sewaktu-waktu terdapat kekeliruan atau informasi yang ada di
dalamnya sulit untuk ditambahkan. Animasi dapat digunakan untuk menarik
perhatian siswa jika digunakan secara tepat, tetapi sebaliknya animasi juga
dapat mengalihkan perhatian dari substansi materi yang disampaikan ke hiasan
animatif yang justru tidak penting.[20]
Selama ini animasi
digunakan dalam media pembelajaran untuk dua alasan. Pertama,
untuk menarik perhatian siswa dan memperkuat motivasi. Animasi jenis ini
biasanya berupa tulisan atau gambar yang bergerak-gerak, animasi yang lucu,
aneh yang sekiranya akan menarik perhatian siswa. Animasi ini biasanya tidak
ada hubungan dengan materi yang akan diberikan kepada murid. Fungsi yang kedua
adalah sebagai sarana untuk memberikan pemahaman kepada murid atas materi yang
akan diberikan.[21]
Animasi teks (tulisan) merupakan salah satu bagian
animasi yang dapat diimplementasikan untuk menambahkan efek animasi dan
mempercantik tampilan paket bahan ajar multimedia yang akan dikembangkan. Untuk
menjalankan animasi diperlukan program khusus (Softwore) salah satunya adalah program macromedia flash.
4.
Pembelajaran
Ekspositori
Pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang
guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi
pelajaran secara optimal.[22] Roy Killen (1998)
menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran
langsung (direct instruction).
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan yang
berorientasi kepada guru (teacher
centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru
memegang peranan yang sangat dominan.[23]
Proses pembelajaran dengan strategi ekspositori guru
cenderung menggunakan kontrol proses pembelajaran dengan aktif, sementara siswa
relatif pasif menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru. Strategi
pembelajaran ekspositori ini merupakan proses pembelajaran yang lebih berpusat
pada guru (teacher centered), guru menjadi sumber dan pemberi informasi
utama. Meskipun dalam strategi ekspositori digunakan metode selain ceramah dan
dilengkapi atau didukung dengan penggunaan media, penekanannya tetap pada
proses penerimaan pengetahuan (materi pelajaran) bukan pada proses pencarian
dan konstruksi pengetahuan. Stategi ini cenderung menekankan penyampaian
informasi yang bersumber dari buku teks, referensi atau pengalaman pribadi
dengan menggunakan teknik ceramah, demonstrasi, diskusi dan laporan studi.[24]
Terdapat beberapa karakteristik penerapan strategi
pembelajar ekspositori antara lain:
1. Strategi
ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal,
artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi
ini, oleh karena itu sering orang mengidentikkannya dengan ceramah.
2. Biasanya
materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah
jadi,seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal
sehingga tidak menuntu siswa untuk berpikir ulang.
3. Tujuan
utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya,
setelah proses pembelajaran berakhir siswa dapat memahaminya dengan benar
dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.[25]
Pada pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat
penting. Guru mengawali pelajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar
belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan
guru. Pengajaran langsung dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau
praktek,dan kerja kelompok.[26]
Sintaks pengajaran langsung disajikan dalam 5 tahap,
seperti ditunjukkan pada table 1 berikuti ini.
Tabel 2.1. Sintaks
pembelajaran ekspositori [27]
Fase-fase
|
Peran guru
|
Fase
1
Menyampaikan
tujuan dan mempersiapkan siswa
|
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar balakang pelajaran,
pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar
|
Fase
2
Mendemonstrasikan
pengetahuan dan keterampilan
|
Guru
mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap
demi tahap.
|
Fase
3
Membimbing
pelatihan
|
Guru
merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
|
Fase
4
Mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balik
|
Mencek
apakah siswa telah berhasil malakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.
|
Fase
5
Memberikan
kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
|
Guru
mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian
khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari
|
Menurut Suryaningtyas, ada beberapa keunggulan dan
kelemahan dari strategi pembelajaran ekspositori. Keunggulan strategi
pembelajaran ekspositori adalah:[28]
1) Guru
bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, sehingga guru
mengetahui sejauh mana siswa menguasai pelajaran yang disampaikan.
2) Strategi
ini dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran cukup luas, sementara
waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
3) Siswa
mendengar penuturan (kuliah) tentang materi pelajaran, sekaligus siswa bisa
melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
4) Cocok
digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Sedangkan kelemahan dari strategi pembelajaran
ekspositori ini adalah sebagai berikut:
1) Strategi
ini hanya dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu
digunakan strategi yang lain.
2) Strategi
ini tidak dapat melayani perbedaan setiap siswa baik kemampuan, pengetahuan,
minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
3) Strategi
ini diberikan melalui ceramah, maka sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam
hal kemampuaan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir
kritis.
4) Keberhasilan
strategi ini tergantung apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan,
rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, kemampuan bertutur
(berkomunikasi), kemampuan mengelola kelas.
5) Gaya
komunikasi terjadi satu arah, mengontrol pemahaman siswa akan materi pelajaran
akan sangat terbatas, sehingga mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa
terbatas pada apa yang diberikan guru.
5.
Kemampuan
Berfikir Analisis
Salah satu aspek kognitif dalam taksonomi Bloom yang menempati
urutan keempat setelah pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi adalah aspek
analisis. Kemampuan berpikir analisis merupakan suatu kemampuan dasar yang
harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan berpikir analitis ini tidak mungkin
dicapai siswa apabila siswa tersebut tidak menguasi aspek-aspek kognitif
sebelumnya. Analisis merupakan tipe hasil yang kompleks karena memanfaatkan
unsur pengetahuan, pemahaman dan aplikasi.[29]
Kemampuan analitis adalah kemampuan siswa untuk menguraikan atau
memisahkan suatu hal ke dalam bagian-bagiannya dan dapat mencari keterkaitan
antara bagian-bagian tersebut. Menganalisis adalah kemampuan memisahkan materi
(informasi) ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan
antarabagian-bagiannya, mampu melihat (mengenal) komponen-komponennya,
bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan
fakta dari hayalan. Dalam kemampuan analisis ini juga termasuk kemampuan
menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, menemukan hubungan, membuktikan dan
mengomentari bukti, dan merumuskan serta menunjukkan benarnya suatu
generalisasi, tetapi baru dalam tahap analisis belum dapat menyusun.[30]
Pendapat lain yang sejalan, Djumhana menyatakan bahwa kemampuan
analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah (soal)
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami
hubungan diantara bagian-bagian tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh Bloom
yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis menekankan pada pemecahan
materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus atau kecil dan mendeteksi
hubungan-hubungan dan bagian-bagian tersebut dan bagian-bagian itu diorganisir.[31]
Bloom membagi aspek analisis ke dalam tiga kategori , yaitu: 1)
analis bagian (unsur) seperti melakukan pemisalan fakta, unsur yang
didefinisikan, argumen, aksioma (asumsi), dalil, hipotesis, dan kesimpulan; 2)
analisis hubungan (relasi) seperti menghubungkan antara unsur-unsur dari suatu
sistem (struktur) matematika; 3) analisis sistem seperti mampu mengenal
unsur-unsur dan hubungannya dengan struktur yang terorganisirkan. Penjabaran
dari ketiga kategori tersebut menurut Suharsimi meliputi berbagai keterampilan,
yaitu: memperinci, mengasah diagram, membedakan, mengidentifikasi,
mengilustrasi, menyimpulkan, menunjukkan dan membagi. Kemampuan analisis yang
dapat diukur adalah kemampuan mengidentifikasi masalah, kemampuan menggunakan
konsep yang sudah diketahui dalam suatu permasalahan dan mampu menyelesaikan
suatu persoalan dengan cepat.[32]
Beberapa
indikator kemampuan analitis, yaitu:[33]
1. Memberikan alasan
mengapa sebuah jawaban atau pendekatan suatu masalah adalah masuk akal.
2. Membuat dan
mengevaluasi kesimpulan umum berdasarkan atas penyelidikan atau penelitian.
3. Meramalkan atau
menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi yang sesuai.
4. Mempertimbangkan
validitas dari argumen dengan menggunakan berpikir deduktif dan induktif.
5.
Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara
yang digunakan dalam jawaban adalah benar.
C.
Penelitian
yang Relevan
Penelitian ini
membahas tentang peningkatan kemampuan berfikir analisis IPA pada konsep materi
tumbuhan dengan menggunakan strategi ekspositori berbantuan media animasi pada
siswa kelas VI SD 6/80 Sanrego. Adapun penelitian yang relevan dengan
penelitian ini yaitu:
1. Penelitian yang
dilakukan oleh Pardjono dan Wardaya antara lain menghasilkan kesimpulan sebagai
berikut:
Increasing ability
Analysis, Synthesis, and Evaluation Learning Through Problem Solving. Solving
based learning can issue raise the systematic high-level cognitive abilities wa
form of analytical, synthetic thesis, and evaluasi. Learning Troubleshooting
can be his base improve cognitive abilities systematic if the base material has
been mastered, with group members capable of the same, and guidance an
intensive teacher.[34]
2. Penelitian yang
dilakukan oleh Siti Nurani antara lain menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Melatih Kemampuan
belajar menganalisis untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran Sains
dengan menggunakan model Example non example di kelas IV SD Negeri 76/1 Sungai
Penuh. Penerapan
Model Example Non Example dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis materi ajar pada pelajaran
SAINS, terutama dalam materi menggolongkan hewan berdasarkan jenis makanannya.
Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam menganalisis
dan memahami materi pelajaran.[35]
Dari
beberapa hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan seperti disebutkan diatas
terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan peneliti,
antara lain : (1) jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
menerapkan metode pembelajaran problem
solving IPA; (2) dari seting penelitian, penelitian ini dilaksanakan pada
siswa sekolah dasar kelas V, semester 1 pada mata pelajaran IPA di wilayah Kota
Mataram tahun pelajaran 2007/2008; (3) dalam penelitian ini hasil yang
diharapkan akan dicapai adalah meningkatnya hasil belajar IPA (ranah kognitif, kemampuan
berfikir analisis) serta meningkatnya sikap kemandirian siswa.
D.
Kerangka
Teoritis
Salah satu cita-cita Bangsa Indonesia yang terkandung
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa memerlukan perhatian semua komponen
bangsa, dimana guru memegang peranan penting di dalam upaya pencapaian
cita-cita itu. Oleh karena itu, sangat diharapkan usaha dan kerja keras dari
guru untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dalam meningkatkan mutu pendidikan
maka mutu pembelajaran harus ditingkatkan dengan menggunakan strategi-strategi
pembelajaran serta media yang digunakan dalam pembelajaran.
Tidak ada model dan strategi pembelajaran yang paling
jelek, masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Penerapannya tergantung
pada konteks situasi, kondisi atau kebutuhan siswa. Demikian juga dengan
pembelajaran ekspositori. Pembelajaran ekspositori dirancang agar siswa
memperoleh pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur
dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Berhasilnya pencapaian indikator dan tujuan pembelajaran
IPA tidak lepas dari usaha guru dalam meningkatkan aktivitas, minat dan
perhatian siswa dalam belajar. OIeh karena itu selain metode mengajar juga
diperlukan adanya media pembelajaran yang tepat agar materi yang disampaikan
mudah dipahami dan tidak membosankan.
Media pembelajaran
banyak jenisnya diantaranya, media visual, media audio, media audio-visual
maupun media cetak. Contoh yang termasuk media visual yaitu,
transpransi, power pint, animasi, film bisu, charta, grafik maupun foto. Dalam penelitian ini media yang digunakan
media gambar atau foto, power point dan dikombinasi dengan sedikit animasi.
Animasi merupakan media yang dapat meningkatkan motivasi
dan minat belajar siswa terutama pada kemampuan berfikir analisi. Media power
point, gambar atau foto yang disertai dengan animasi memiliki keunggulan dapat
menjelaskan alur atau proses yang rumit serta memiliki tampilan yang menarik
namun salah satu kelemahannya adalah materi yang ada di dalam animasi sulit
untuk dapat dirubah atau ditambah jika sewaktu-waktu terdapat kesalahan atau
kekurangan.
Animasi yang digunakan pada penelitian ini adalah gambar
yang bergerak dan kata (tulisan) bergerak yang ada hubungannya dengan materi
yang diberikan ditayangkan dalam bentuk slide microsoft power point. Animasi
memerlukan program khusus yang disebut macromedia flash untuk membuatnya,
tetapi dalam penelitian ini penulis mengumpulkan animasi dari internet. Animasi
memerlukan perangkat-perangkat untuk menayangkannya yaitu computer dan LCD.
Berdasarkan pembahasan teori maka kerangka berpikir dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.4. Kerangka Teoritis
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui
bagaimana proses penerapan strategi ekspositori berbantuan media animasi dalam
meningkatkan kemampuan berfikir analisis pada siswa kelas VI SD 6/80 Sanrego.
2. Mengetahui
sejauh mana hasil peningkatan kemampuan berfikir analisis dengan diterapkan
strategi ekspositori berbantuan media animasi pada siswa kelas VI SD 6/80
Sanrego.
B.
Tempat
dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di kelas VI SD 6/80 Sanrego pada semester genap tahun pelajaran
2015/2016. Subyek penelitian berjumlah 23 orang, yang terdiri atas 13 perempuan
dan 10 laki-laki. Situasi terkait dengan tingkat hasil belajar
siswa pada ranah kemampuan analisis di kelas pada mata pelajaran IPA masih rendah
sehingga perlu ditingkatkan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilmulai pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Jadwal rencana kegiatan
penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai dengan Juli 2016. Jadwal
penelitian di sajikan dalam bentuk tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas
Tanggal
|
Kegiatan
|
Keterangan
|
02
Februari 2016
|
Berkunjung
ke sekolah
|
Meminta
izin kepada kepala sekolah dan guru
|
03
Februari 2016
|
Observasi
|
Pengamatan
langsung
Memberikan
asesmen awal
|
04 Februari 2016
|
Wawancara
|
Wawancara
dengan kepala sekolah
Wawancara
dengan guru kelas
|
05-08 Februari 2016
|
Perencanaan Tindakan
|
Berdasarkan
hasil observasi, peneliti dan guru mendesain, merencanakan dan menyiapkan
media pembelajaran
|
16-21 Februari 2016
|
Pelaksanaan Siklus I
|
Terlibat
untuk pelaksanaan tindakan
Terlibat
untuk mengevaluasi dan diskusi
|
23-28 Februari 2016
|
Refleksi Siklus I
|
Bersama
dengan guru mengevaluasi hasil siklus I
Melakukan
perubahan-perubahan yang dilakukan
|
2-9 Maret 2016
|
Pelaksanaan
Siklus II
|
Memperbaiki
kelemahan pada siklus I sambil melaksanakan tindakan
|
10-20
Maret 2016
|
Refleksi
dan analisis data
|
Melihat
perubahan kemampuan berfikir analisis anak apakah terjadi peningkatan
|
C.
Metode
Peneltian
Model
yang digunakan pada penelitian ini adalah model spiral Kemmis dan Taggart. Dimana pada penelitian ini, peneliti akan memberikan
tindakan dalam rangka meningkatkan kemampuan berfikir analisis, melalui
strategi pembelajaran ekspositori dengan berbantuan media animasi, yang akan
dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari tiga tatap
muka, dua tatap muka materi dan satu tatap muka evaluasi.
Tahapan-tahapan ini
berlangsung secara berulang-ulang, sampai tujuan penelitian tercapai. Oleh karena itu,
pengertian siklus pada model ini adalah putaran kegiatan yang
terdiri dari empat komponen, yaitu: perencanaan (planning), tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi
(reflecting).[36] Rancangan model Kemmis & McTaggart
tampak pada bagan berikut:

Gambar 3. 1. Model Penelitian
Tindakan Model Kemmis & Taggart
D.
Prosedur Penelitian Tindakan
Berdasarkan metode penelitian tindakan Kemmis dan Taggart
maka prosedur tindakan disusun sebagai berikut:
SIKLUS
I
Siklus I dilaksanakan
sebanyak 2 kali pertemuan dan setiap pertemuan dilaksanakan dalam 2 jam
pelajaran (2 x 40 menit). Pada akhir siklus diadakan evaluasi hasil belajar.
Secara rinci prosedur pelaksanaan penelitian pada siklus ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
- Perencanaan
Tindakan
a. Melakukan
diskusi awal dengan guru kelas lainnya untuk membahas masalah-masalah dalam
kelas pada pembelajaran IPA yang akan dipecahkan.
b. Mempersiapkan
perangkat pembelajaran yakni berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
untuk pertemuan pertama dan ke dua serta menyiapkan buku referensi.
c. Mempersiapakan
lembar kegiatan siswa (LKS) berdasarkan materi pelajaran IPA yang akan
dipelajari.
d. Mempersiapkan
pedoman observasi untuk melihat aktivitas siswa pada saat proses belajar
mengajar berlangsung.
e. Menyiapkan
media animasi untuk pembelajaran yang berhubungan dengan materi yang akan
diajarkan, baik dalam bentuk macromedia
flash (dari internet) dan dalam bentuk slide microsoft power point.
f. Menyusun
kelompok kerja siswa.
g. Mempersiapkan/membuat
tes hasil belajar siswa untuk siklus pertama.
- Pelaksanaan
Tindakan
Pada tahap ini melaksanakan rencana pembelajaran yang
telah direncanakan, yaitu:
a. Guru membuka pelajaran dengan memberi motivasi kepada
siswa dan penyampaian tujuan pembelajaran.
b. Guru menyampaikan informasi (materi) tahap demi tahap
c. Guru meminta siswa untuk duduk berdasarkan kelompok yang
telah dibentuk guru, kemudian memberi LKS dan guru membimbing kelompok siswa
untuk menyelesaikan tugas itu.
d. Menayangkan animasi gambar atau foto yang terkait dengan
materi ajar yang telah disiapkan untuk meningkatkan penguasaan siswa pada
materi ajar yang dipelajari
e. Pembahasan LKS dan juga memberikan umpan balik dan
diselingi dengan penayangan ulang animasi gambar atau foto yang tekait dengan
bahan yang dipelajari.
f. Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan dan pemberian
tugas rumah.
- Observasi
dan Evaluasi
Pada prinsipnya tahap observasi dilakukan selama
penelitian berlangsung, dalam arti kegiatan ini berlangsung bersamaan dengan
tahap pelaksanaan tindakan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
adalah mengamati aktivitas siswa melalui lembar observasi. Pada akhir siklus I, diberikan evaluasi berupa tes hasil
belajar untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa pada materi yang diberikan.
- Refleksi
Refleksi dilakukan pada akhir siklus. Hasil yang
diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, demikian pula hasil tes belajar
siswa. Hasil analisis siklus I inilah yang dijadikan acuan untuk merencanakan
siklus kedua, sehingga hasil yang dicapai pada siklus berikutnya sesuai dengan
yang diharapkan dan hendaknya lebih baik dari siklus sebelumnya.
SIKLUS
II
Siklus II juga
dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dalam penyajian materi, setiap pertemuan
menggunakan alokasi waktu 2 jam pelajaran (2 x 40 menit) dan pada akhir siklus
diadakan evaluasi hasil belajar. Tahapan dalam siklus ini, pada prinsipnya sama
dengan siklus I.
1. Perencanaan
Tindakan
Pada tahap ini dirumuskan perencanaan siklus II pada
prinsipnya sama dengan perencanaan siklus I dengan mengadakan beberapa
perbaikan sesuai kekurangan yang ditemukan pada siklus I untuk mengatasi
berbagai kekurangan yang dialami sebagai berikut:
a. Melakukan diskusi dengan observer untuk membahas
masalah dan kendala-kendala yang terjadi pada pelaksanaan siklus I. Tujuannya
untuk mengadakan perbaikan agar pelaksanaan tindakan pada siklus II menjadi
lebih baik.
b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan
alternatif tindakan yang lebih efektif untuk pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-2
c. Mempersiapakan
lembar kegiatan siswa (LKS) berdasarkan materi pelajaran IPA yang akan
dipelajari.
d. Mempersiapkan
pedoman observasi untuk melihat aktivitas siswa pada saat proses belajar
mengajar berlangsung.
e. Menyiapkan
media animasi untuk pembelajaran yang berhubungan dengan materi yang akan
diajarkan, baik dalam bentuk macromedia
flash (dari internet) dan dalam bentuk slide microsoft power point.
f. Menyusun
kelompok kerja siswa.
g. Mempersiapkan/membuat
tes hasil belajar siswa siklus II
2. Pelaksanaan
Tindakan
Tindakan yang dilakukan pada siklus II pada dasarnya
adalah mengulang langkah-langkah pada siklus I setelah mengadakan beberapa
modifikasi langkah-langkah pembelajaran yang disesuaikan dengan hasil refleksi
siklus I sebagai berikut:
a. Menggugah siswa untuk belajar
b. Menampilkan topik pelajaran yang akan disajikan
c. Memberi motivasi kepada siswa
d. Menggali pengetahuan awal siswa
e. Menampilkan tujuan pembelajaran di layar dengan bantuan
LCD
f. Guru membagi peserta didik dalam kelompok (masing-masing kelompok
beranggotakan 4-5 orang).
g. Menayangkan animasi gambar atau foto yang terkait dengan
materi ajar yang telah disiapkan untuk meningkatkan penguasaan siswa pada
materi ajar yang dipelajari
h. Guru meminta siswa mengerjakan LKS
i. Pembahasan LKS dan juga memberikan umpan balik dan
diselingi dengan penayangan ulang animasi gambar atau foto yang tekait dengan
bahan yang dipelajari
j. Membahas LKS dengan meminta tiap kelompok membacakan
hasil kerja kelompoknya dan memberi penguatan pada jawaban LKS
k.
Penarikan
kesimpulan
3. Observasi
dan Evaluasi
Tahap observasi dan evaluasi ini dilaksanakan pada
saat pemberian tindakan berlangsung, yaitu:
a.
Observasi
dilakukan berdasarkan pedoman observasi selama proses pembelajaran berlangsung.
Semua kejadian dicatat oleh observer dengan menggunakan format observasi yang
disusun.
b.
Hal-hal
yang menjadi perhatian observer dalam tahap ini adalah aktivitas belajar siswa
selama proses belajar berlangsung.
c.
Mengumpulkan
data tentang hasil belajar melalui pelaksanaan tes pada akhir siklus.
d.
Melakukan
evaluasi terhadap data yang ada.
4. Refleksi
Refleksi diadakan pada akhir siklus. Hasil yang diperoleh
pada tahap observasi dikumpulkan, demikian pula hasil tes belajar siswa. Kegiatan refleksi meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Evaluasi menyeluruh terhadap hasil tindakan siklus II
b. Melakukan analisis terhadap seluruh data yang
dikumpulkan meliputi aktivitas belajar dan hasil belajar siswa
Mengambil
keputusan apakah tindakan perbaikan pembelajaran perlu dilanjutkan atau
dihentikan.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
1.
Kisi-kisi
Instrumen
a. Definsi
Konseptual
Kemampuan
berfikir analisis adalah kemampuan memisahkan materi (informasi) ke dalam
bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan antara bagian-bagiannya, mampu
melihat (mengenal) komponen-komponennya, bagaimana komponen-komponen itu
berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dari hayalan.
b. Definisi
Operasional
Definisi operasional adalah nilai atau
skor yang diperoleh anak pada indikator kemampuan mengidentifikasi, memisahkan
dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat,
asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk
melihat ada atau tidaknya kontradiksi. adapun cara pemberian skor yang diakukan
adalah dengan membuat pembobotan seperti: kurang aktif (skor 1), cukup aktif
(skor 2), aktif (skor 3), dan sangat aktif (skor 4).
Berdasarkan definisi konseptual dan
operasional yang telah dirumuskan, instrumen untuk mengkur kemampuan analisis
pada penelitian ini dikembangkan dalam bentuk lembar observasi, dengan
kisi-kisi pada tabel.1.4 berikut ini.
Tabel
3.2 Kisi- kisi Instrumen
No
|
Dimensi
|
Indikator
|
Pernyataan
|
Nomor butir
|
Jumlah butir
|
1
|
Flora
|
Mengidentifikasi
|
§ Siswa dapat mengidentifikasi
bentuk-bentuk batang, daun dan bunga pada tanaman disekitar,
§ Siswa dapat mengidentifikasi
tanaman sekitar
|
1,2,3,4,5
|
5
|
Membedakan
|
§ Siswa dapat membedakan jenis-jenis tanaman di
lingkungan sekitar
§ Siswa dapat membedakan bentuk tanaman (akar,
batang, daun serta mengukurnya)
§ Siswa dapat membedakan warna tanaman
§ Siswa dapat membedakan ciri tanaman berdasarkan
tempat tinggalnya
|
6,7,8,9,
10
|
5
|
||
Memisahkan
|
§ Siswa dapat memisahkan
tentang tanaman yang ada berdasarkan ciri, bentuk, warna dan ukuran.
|
11,12
|
2
|
||
Menganalisis
|
§ Siswa dapat menganalisis
tanaman bunga berdasarkan warna
§ Siswa dapat menganalisis tanaman berdasarkan
tinggi tanaman
§ Siswa dapat menganalisis
tanaman berdasarkan manfaatnya.
|
13,14,15
|
3
|
||
2
|
Fauna
|
Mengidentifikasi
|
§ Siswa mengidentifikasi
binatang di sekitar
|
16,17,18,19,20
|
5
|
Membedakan
|
§ Siswa dapat membedakan jenis-jenis hewan di
lingkungan sekitar (seperti semut, dan hewan kecil lainnya)
§ Siswa dapat
membedakan bentuk hewan dan warna hewan
|
21,22,23,24,25
|
5
|
||
Memisahkan
|
§ Siswa dapat memisahkan
tentang hewan yang ada berdasarkan ciri, bentuk, warna dan ukuran.
|
26,27
|
2
|
||
Menganalisis
|
§ Siswa dapat menganalisis hewan berdasarkan tempat
tinggalnya
|
28,29,30
|
3
|
||
Jumlah butir keseluruhan
|
|
30
|
2.
Jenis
Instrumen
Jenis
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi
Pemantau Tindakan
Digunakan
untuk mengobservasi proses selama aktivitas berlangsung jika ada kekurangan
untuk diperbaiki pada pertemuan selanjutnya. Lembar observasi ini terdiri dari:
1) lembar observasi pemantau aktivitas siswa digunakan untuk mengetahui sejauh mana
keaktifan siswa (terlampir); 2) lembar observasi pemantau aktivitas guru, Lembar
observasi ini disusun untuk memantau perkembangan dari proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru. Lembar observasi ini digunakan untuk memperbaiki proses
belajar mengajar selanjutnya (terlampir).
b. Wawancara
Dalam
penelitian ini wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi lebih lengkap
disesuaikan dengan masalah yang di teliti
c. Dokumentasi
Dilakukan
untuk menambah dan menguat informasi yang dilakukan dalam penelitian ini
melalui sumber data.
3.
Validasi
Instrumen
Validasi
instrumen adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan
mampu mengukur apa yang akan diukur. Dalam hal ini instrumen dikonstruksi
tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, Untuk
mengukur validasi instrumen digunakan pendapat dari ahli (judgement experts), dalam hal ini dilakukan oleh tiga orang ahli.[37]
Apakah instrumen itu dapat digunakan atau tidak.
a.
Uji
Validitas
Instrumen
dikatakan valid jika mampu mengukur atau mengungkap data dari variabel yang
diambil secara tepat.[38] Hal ini berarti hasil
penelitian dengan menggunakan instrumen tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan ketepatannya. Untuk mendapat validitas intrumen, maka
instrumen yang akan digunakan dibuat berdasarkan indikator dan variabel
penelitian. Kegiatan pengujian instrumen diuji coba di SD lain sesuai dengan
sekolah tempat penelitian dilakukan. Salah satu ketentuan yang harus dipenuhi
dalam mengadakan penelitian, dimana data-datanya diambil berdasarkan instrumen,
melalui observasi terhadap responden, maka instrumen harus dilihat kevalidan
dan realibilitasnya. Adapun jumlah instrumen yang akan divalidasi berjumlah 24
butir.
Rumus
yang digunakan untuk pengujian validitas butir adalah dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment.[39]

Keterangan:

N : Jumlah
responden





b.
Uji
reliabilitas
Reliabilitas berkenaan dengan konsisten hasil pengukuran.
Hal itu berarti bahwa konsisten skor yang dicapai oleh suatu kelompok apabila
tes kembali dengan tes yang sama. Pengujian reliabilitas untuk mengukur
konsistensi internal butir-butir pernyataan kuesioner (angket) dalam instrumen
yang digunakan pada penelitian. Reliabilitas menunjuk pada hasil yang dicapai
melalui penelitian yang akan digunakan agar dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mendapatkan alat ukur dapat dipercaya atau
menyatakan ketetapan, digunakan rumus Alfa
Cronbach.[40]

Keterangan:

k = mean kuadrat antara subyek


Kriteria
diterima atau ditolaknya koefisien korelasi butr instrument dapat menggunakan aturan
jika rbutir lebih besar dari rtabel pada nilai
tertentu, amak butir dianggap valid
(diterima). Jika rbutir lebih kecil atau sama dengan rtabel pada
nilai
tertentu, maka butir dianggap tidak valid
(ditolak/ gugur).


Hasil uji
reliabilitas di interpretasikan pada kriteria nilai r seperti dibawah ini:[41]
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai r
Koefisien
Reliabilitas
|
Interpretasi
|
0,00 – 0,199
|
Sangat rendah
|
0,20 – 0, 399
|
Rendah
|
0,
40 – 0,599
|
Sedang
|
0,
60 – 0,799
|
Kuat
|
0,80
– 1,000
|
Sangat kuat
|
F.
Teknik
Analisis Data
Teknik
analisis data yang dilakukan adalah melalui dua cara yaitu teknik analisis data
kualitatif dan analsis data kuantitatif.
1.
Analisis
Kualitatif
Analisis
data kualitatif adalah data tentang aktifitas siswa dalam proses belajar
mengajar. Pengambilan data kualitatif menggunakan lembar pengamatan aktifitas
siswa dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung. Analisis data kualitatif
mengunakan teknik menurut Miles dan Huberman yang terdiri dari: data reduction, data display, data conclusing
drawing/verification adalah:
a. Reduksi
data adalah pemilihan data dengan memusatkan perhatian pada penyederhanaan atau
penyingkatan data, teori, serta metode dalam bentuk uraian rinci dan sistematis
sehingga mudah dipahami.
b. Penyajian
data atau data display digunakan
untuk menggambarkan data yang telah diklasifikasikan dan diurutkan berdasarkan
tebel penilaian kemudian dinarasikan dalam beberapa kalimat atau paragraf.
c. Conclusing drawing/verification atau penarikan
kesimpulan yang dilakukan berdasarkan perkembangan nilai pada setiap siklus
serta kaitannya dengan perkembangan nilai pada setiap latihan pada setiap akhir
pertemuan. Penarikan kesimpulan juga berdasarkan catatan lapangan peneliti,
lembar observasi guru, wawancara serta dokumentasi. [42]
2.
Analisis Kuantitatif
Analisis
kuantitatif dilakukan terhadap peningkatan kemampuan berfikir analisis kelas VI
pada setiap siklus, hasil observasi dan refleksi akhir yang dilakukan untuk
mengetahui apakah strategi ekspositori dapat meningkatkan kemampuan berfikir analisis
secara signifikan.
Adapun
rumus yang dapat digunakan dalam analisis data ini adalah sebagai berikut:
a. Rata-rata
skor = 

b. Skor
tertinggi = jumlah butir observasi x skor tertinggi tiap butir
c. Kisaran
nilai untuk setiap kriteria pengamatan


Sudjana (2009)[43]
Adapun skor tertinggi yaitu tiap butir observasi adalah
4, sedangkan jumlah butir instrumen adalah 24, maka skor tertinggi adalah 96.
Tabel 3.5 Skor
Instrumen
NO
|
Skor
|
Interprestasi
Penilaian
|
1
|
4
|
Sangat
baik
|
2
|
3
|
Baik
|
3
|
2
|
Cukup
|
4
|
1
|
Kurang
|
(Arikunto,
2010: 4)
Kisaran nilai untuk setiap
kriteria pengamatan:

=


= 18
Tabel 3.6 Interval Kategori
Penilaian Aktivitas Siswa
NO
|
Skor
|
Interprestasi
Penilaian
|
1
|
24-42
|
Kurang
Aktif
|
2
|
42-60
|
Cukup
Aktif
|
3
|
60-78
|
Aktif
|
4
|
78-96
|
Sangat
Aktif
|
Untuk melihat ketuntasan belajar klasikal,
dapat digunakan rumus berikut ini:
Dimana KB adalah persentase ketuntasan belajar, NS adalah
jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 70 dan N adalah jumlah siswa. Serta
disesuaikan dengan standar yang digunakan oleh Mills yaitu ketuntasan belajar
secara klasikal 81 %.
[1] Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka Cipta,
1999). h. 14
[2] Miftahul, Huda, Model-model Pengajaran dan pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014), h. 170.
[3] Nana Djumhana, Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009) hh. 20
[4] James Schreiber & Kimberly
Asner-Self. Educational Research (United
States of America: John Wiley &
Sons, Inc, 2009), h. 19
[5] Ekawarna, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Gaun Persada, 2009), h. 72
[6] Sukayati, Penelitian Tindakan Kelas (Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan matematika, 2008), h. 41
[7] Ibid., h. 43
[8] Ibid., h. 44
[9] Materi Pelatihan terintegrasi Ilmu
Pengetahuan Alam (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005)
[10] Nurhayati, Lukman, Strategi Belajar Mengajar (Makassar:
Jurusan Biologi FMIPA UNM, 2004) h. 71
[11] Ibid., h. 72
[12] Sugiyono, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
h. 65
[13] Hamzah, B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan
Efektif (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 35
[14] Sugiyono., Op. cit., h. 66
[15] Rayandra Asyhar, Buku Kreatif Mengembangkan kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran
(Jambi: Referensi, 2012), h. 121
[16] Ibid., h. 129
[17] Utami, Animasi dalam pembelajaran www.uny.ac.id/akademik/default.php/ (Diakses
02 Desember 2015).
[18] Suwarna, Model Pembelajaran Fisiska Interaktif melalui Program Macromedia Flash http://biologyeducationresearch.
/2015/01/model-pembelajaran-kooperatif-metode.html (Diakses 02 Desember 2015)
[19] Harun, Zaidatun, Teknologi Multimedia dalam Pendidikan. http://www.
ctl.utm.my publications / manuals /mm/elemen MM.pdf. (Diakses 02 Desember
2015)
[20] Rayandra Asyhar, op. cit., 129
[21] Rusdianto, Pengaruh Penggunaan Media Animasi pada Model Pembelajaran Langsung
terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI MA Negeri Model Makassar pada
Konsep Sistem Pencernaan. (Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Negeri
Makassar: 2008), h. 32
[22] Hamzah, B. Uno, op. cit 126
[23] Sanjaya, W, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 30
[24] Ibid., h. 33
[25]
Ibid., hh. 34-35
[26] Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2013), h. 136
[27] Ibid., h. 138
[28] Suryaningtyas, Strategi Pembelajaran http://eduplud. or.id/page =Artikel
&ida=433&idt=9/
(Diakses 02 Desember 2015)
[29] Miftahul, Huda, op. cit, h. 170
[30] Ibid, h. 171
[31] Nana Djumhana, op.cit h. 65
[32] Abdurrahman, op. cit. h. 10
[33] Miftahul, Huda, op.cit. h. 173
[34] Pardjono, Wardaya, Increasing ability
Analysis, Synthesis, and Evaluation Learning Through Problem Solving (Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta, 2012)
[35]
Siti Nurani,
Melatih Kemampuan belajar menganalisis untuk
meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran Sains dengan menggunakan model
Example non example
(Jambi: Universitas Jambi, 2014)
[36] Sukayati. loc.cit.
[37] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D
(Bandung, Alfabeta, 2008)., h. 125.
[38] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), h.160
[39] Sugiyono. Op.cit., h. 226.
[40] Sugiyono, op.cit., h. 365
[41] Ibid,
h. 100.
[42] Suharsimi, Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta:
Bumi Aksara, 2010), h. 45
[43] Nana, Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h.109
[44]
Trianto. Model-Model Pembelajaran Terpadu
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007). h. 95
Tidak ada komentar:
Posting Komentar